Ada Tanjakan Sinting 30 Persen
Vuelta a Espana 2017 berlangsung pada 19 Agustus hingga 10 September. Melanjutkan tradisi, grand tour penutup itu menyuguhkan rute paling menyakitkan. Tanjakan-tanjakan ”kurang manusiawi” menyapa sejak pekan pertama.
PAMOR Vuelta a Espana semakin tahun semakin naik. Dulu selalu ”nomor tiga” setelah Tour de France dan Giro d’Italia, sekarang sulit menempatkannya di posisi paling belakang itu. Baik dalam hal bintang peserta maupun tingkat keseruan lomba.
Dulu dan sebenarnya sampai sekarang, para bintang general classification ( GC) selalu punya target khusus. Antara mengejar Giro d’Italia di awal tahun atau Tour de France pada Juli.
Dan, ternyata, itu tidak selalu jadi kabar buruk untuk La Vuelta. Sebab, lomba tersebut ternyata jadi ”pelampiasan” bagi mereka yang gagal di dua grand tour awal itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, para bintang ternyata justru berkumpul di La Vuelta. Semua mengejar akhir tahun yang manis. Buntutnya, para bintang tersebut datang ke Spanyol dengan kondisi yang bervariasi. Ada yang benar-benar siap karena fokus ke Vuelta atau cenderung fresh karena istirahat sejak Giro d’Italia. Namun, ada pula yang melanjutkan form istimewa dari Tour de France.
Tahun ini, misalnya. Dari Tour de France, hadir Christopher Froome (Team Sky), Alberto Contador (TrekSegafredo), Romain Bardet (AG2R La Mondiale), dan Fabio Aru (Astana). Lalu, dari Giro d’Italia, ada Vincenzo Nibali (Bahrain-Merida). Plus Simon dan Adam Yates serta rekan mereka di Orica-Scott, Esteban Chaves. Tidak ketinggalan Tejay van Garderen (BMC) dan Louis Meintjes (UAE-Emirates).
Ini menghasilkan persaingan yang sulit ditebak. Dengan performa yang belum tentu konsisten dari pekan pertama hingga pekan terakhir. Balapan pun menjadi lebih seru, lebih sulit ditebak.
Plus, penyelenggara selalu menyuguhkan rute yang lebih kejam. Saking kejamnya, La Vuelta kadang seperti jadi ” Takeshi Castle”-nya balap sepeda. Tahun ini sama. Total, ada sembilan etape yang berakhir di tanjakan. Tiga kali lebih banyak daripada Tour de France tahun lalu. Sembilan etape penentu juara itu disebar sejak pekan pertama.
Hari kelima, para pembalap sudah dijamu dengan tanjakan pendek yang maksimal kemiringannya 20 persen (Ermita St Lucia). Pekan kedua akan diakhiri dengan dua tanjakan panjang di kawasan Sierra Nevada (etape 14 dan 15). Puncaknya, semua tanjakan paling keji disimpan untuk pekan penutup. Khususnya etape 17 dan 20.
Etape 17 pada Rabu, 6 September, ada- lah etape yang harus dilingkari. Berlangsung hanya sehari setelah time trial (ITT) sejauh 40,2 kilometer yang ”menghancurkan”. Etape itu akan berujung tanjakan bernama Alto de los Machucos di pegunungan Cantabria, utara Spanyol.
Kemiringan rata-ratanya relatif oke, ”hanya” 9 persen. Namun, kemiringan maksimalnya bisa bikin cyclist ”normal” sinting. Sebab, ada bagian-bagian yang berada di atas 20 persen. Bahkan, ada yang 28–31 persen!
Lebih menantang lagi karena di bagian-bagian curam itu permukaan jalannya terbuat dari semen dengan garis-garis horizontal yang bertujuan membantu mobil agar tidak selip. Buat mobil sih oke. Buat sepeda balap? Wadow…
Lolos dari Los Machucos, etape penentu (20) Vuelta bakal mengunjungi salah satu tanjakan yang paling ditakuti di Eropa. Namanya Alto de L’Angliru. Panjangnya 13,2 kilometer dengan kemiringan rata-rata 9 persen. Tetapi, lagi-lagi tanjakan itu punya bagian-bagian yang miringnya sinting, sampai di atas 20 persen.
Pada 2013, tanjakan tersebut juga jadi penentu. Waktu itu, duel seru terjadi antara Vincenzo Nibali (waktu itu di Astana) melawan Chris Horner (RadioShack-Leopard-Trek). Akhirnya, Horner unggul dan menjadi jawara Vuelta. Tahun ini? Nibali bisa kembali jadi lakon penting. Dan, lawannya bisa saja Chris Froome!
Yang pasti, untuk mengalahkan Froome, di tanjakan-tanjakan maut itulah para unggulan harus tampil habis-habisan. Sudah bukan rahasia lagi, di time trial yang begitu panjang, Froome bakal menghancurkan semua pesaing.
Jadi, selain etape 17, kalau bisa, jangan lewatkan etape 19. Kalau tidak bisa menonton di televisi, cari via live streaming. Dijamin mendebarkan! Dia yang unggul di Angliru, dialah juara La Vuelta 2017. Sebab, etape penutup (21) di Madrid mirip dengan etape penutup Tour de France di jalanan Champs-Elysees: Etape yang datar yang lebih layak disebut sebagai etape parade juara.
Froome tidak ingin meremehkan lawan-lawan maupun rute yang disebut ”Brutal, sangat, sangat brutal”. Dia juga mengingatkan bahwa ada tantangan lain yang harus dihadapi di Spanyol: suhu udara. ”Pada pertengahan Agustus, di Spanyol sangat sering merasakan temperatur di atas 40 derajat Celsius,” ujarnya.
Selamat menikmati La Vuelta 2017. Persaingannya brutal, rutenya brutal, dan temperaturnya ikut brutal! (*)