Jawa Pos

Lulusan SKB Dapat Tiga Sertifikat

-

SURABAYA – Pemkot menyiapkan banyak pilihan bidang keahlian untuk Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Sebanyak 14 jurusan akan disiapkan. Dengan begitu, siswa putus sekolah bebas memilih jurusan yang diminatiny­a.

Program vokasional yang disiapkan, antara lain, perhotelan, tata boga, multimedia, public speaking, dan menjahit. Program-program tersebut diharapkan dapat mewujudkan iklim ekonomi kreatif di Surabaya.

Ketua Pokja Pendidikan Masyarakat Balai Pengembang­an Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (BP PAUD dan Dikmas) Jatim Agus Wahyudi menjelaska­n, seluruh bidang keahlian itu kini ditangani Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya. Siswa yang mendaftar ke SKB akan langsung mengikuti tes minat bakat. ”Dari hasil tes itu, dispendik dapat mengetahui kecenderun­gan minat siswa pada bidang keahlian apa,” terangnya.

Selanjutny­a, siswa dipanggil bersama wali murid. Mereka diminta menandatan­gani kesepakata­n atau kontrak belajar untuk menempuh pendidikan di SKB. Bila oke, siswa dapat mengikuti latihan dasar kepemimpin­an siswa (LDKS).

Saat menempuh pendidikan awal, siswa SKB bisa langsung mengikuti kegiatan praktik keahlian selama 68 hari. Kemampuan siswa bakal dinilai. ”Setelah itu, barulah mereka mendapatka­n materi akademik,” imbuh Agus

SUB.ID mewadahi instagramm­ers. Chello, sang inisiator, ingat betul bagaimana awalnya mereka sering berkumpul. Yang terang, 16 anggota pertama didekatkan lewat percakapan, chitchat, di Instagram. Dari situ, mereka ingin bertemu langsung.

Para member itu sejatinya beragam latar belakang. Ada yang mahasiswa, fotografer, pelaku industri kreatif, hingga pegawai negeri.

” Yang buat kumpul itu hobi dan mimpi yang sama,” ujar pria kelahiran Papua itu.

Hobi itu tentu adalah jeprat-jepret. Sebagian besar anggota SUB.ID memang punya kemampuan lebih di bidang fotografi. Bahkan, ada beberapa fotografer profesiona­l yang bergabung. Sebut saja Fandhy Rizal, Bastian Najich, Adikusuma Firman, hingga Aditya Agung.

Kegiatan yang kian menyatukan mereka adalah go explore our city. Menelusuri kota. Blakrakan. Blusukan. Ngluyur.

Anak-anak muda dengan minat yang sama pun mulai bergabung. Termasuk para foodies (penggemar masakan) dan fashion blogger.

Ikatan mereka sangat kuat. Saat tidak ada kegiatan pun, mereka kerap bertemu. Tak pernah janjian. Spontan. Sebab, ada begitu banyak ide kegiatan yang muncul tiba-tiba. Keburu basi kalau harus menunggu pertemuan rutin.

Para anggota SUB.ID juga punya mimpi dan kerinduan yang sama. Yakni, suasana kota yang lebih baik. Dalam berbagai hal. Terutama terkait sudut pandang. ”Kita sadar ndak bisa jadi presiden atau menteri. Jadi, mengubah di tingkat yang kecil saja dulu,” lanjut lulusan Teknik Industri Universita­s Pelita Harapan (UPH) Surabaya itu.

Perubahan yang mereka galakkan memang bukan tanpa sebab. Selama ini mereka merasa ’’terbakar’’. Surabaya kerap dipandang sebelah mata. Pembanguna­n manusianya dianggap stagnan. Selalu dibanding-bandingkan dengan Jakarta dan Bandung. ”Parahnya, saat itu, kita memang kalah,” ujarnya, lantas tertawa.

Kekalahan itu, menurut Chello, disebabkan anak muda Surabaya yang punya potensi lebih banyak main di kandang. Hanya jadi jago kandang. Padahal, jika melihat kualitas sesungguhn­ya, skill anak muda Surabaya berani diadu. ”Surabaya ini ndak kurang talenta kok,” ujar putra pasangan Yahya Anggana Wijaya dan Netty Susanty itu.

Nah, talenta-talenta itulah yang berusaha diwadahi SUB.ID. Agar mereka mau maju. Yang terpenting, tidak inferior lagi. Kegiatan-kegiatan yang dibuat pun lebih berguna. Pertimbang­an utamanya adalah kegiatan harus memiliki nilai lebih. Edukatif. Tidak asal.

Salah satu contohnya adalah workshop seputar fotografi. Selama ini mayoritas anggota mereka memang berlatar belakang fotografi. Namun, mereka merasa perlu memperdala­m ilmu lagi. SUB.ID mendatangk­an para praktisi fotografi yang sudah lebih dahulu sukses. Sebut saja Tompi dan Carol Kuntjoro. Mereka belajar lagi tentang teknik dasar hingga seluk-beluk industri fotografi.

Hasilnya, lumayan banyak yang mau ikut. Ketika sudah bergerak, banyak yang mau keluar. Menunjukka­n bakat dan kemampuann­ya. ”Kita ndak perlu ngobrak-ngobrak. Mereka terpicu sendiri. Ketika kota sudah bergerak maju, mereka ikut di dalamnya,” jelas pria kelahiran 7 Januari 1990 itu.

Selain kegiatan yang serius-serius, mereka membuat kegiatan yang fun. Salah satunya Subourcamp dan Worldwide InsteMeet (WWIM) Surabaya I.

Pada Subourcamp 2 (8–9 Oktober 2016) di Bumi Perkemahan Bedengan, Kabupaten Malang, para peserta diajak refreshing. Selama dua hari, mereka diajak meeting, camping, hunting, dan singing. Nyanyi bareng, berdialog, berguru, dan berkemah. Ada 60 anak muda yang ikut. Yang terbanyak justru bukan pengurus SUB.ID.

Karena beranggota instagramm­ers, mereka begitu menyukai acara hunting foto. Acara kian menarik karena panitia juga melombakan ajang tersebut. Yang terbaik mendapat hadiah.

Perkemahan itu dijadikan tempat promosi sekaligus perekrutan anggota. Mereka juga mengundang dua band indie, Humi Dumi dan Wake Up Iris. ”Menikmati bangetlah. Kami bisa bertukar ilmu dengan para senior,” sahut Bintung.

Bintung memang bergabung sebagai anggota saat masih sangat muda. Sampai sekarang pun, dia tetap yang paling muda. Masih 21 tahun. Kelahiran 11 Juni 1996. Tapi di Instagram, dia paling populer. Dia sering jadi suggested user karena karya-kayanya. Terutama foto terkait Surabaya. Follower- nya pun mencapai 100.000. Termasuk Instagram sendiri.

”Tiap hari kumpul, keluyuran, dan upload foto. Mungkin itulah yang buat pihak Instagram memilih,” ujar Mahasiswa semester VI Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) itu.

Namun, Chello mengaku ada yang paling berkesan. Yaitu, ketika salah satu tujuan mereka sudah tercapai. ”Saat itu, kami punya mimpi untuk mengajak wali kota Surabaya terlibat,” ujar CEO on JCK ENTERPRISE itu. Akhirnya, Tri Rismaharin­i datang langsung saat WWIM ke-15, 26 Maret lalu.

Secara umum, mereka mengaku senang dengan hasil yang didapatkan. Saat ini mereka sudah merasa menuai apa yang mereka tabur sejak awal. Salah satu yang bisa dilihat adalah perubahan di komunitas anak muda. ”Kami berhasil menghancur­kan gap yang ada sebelumnya,” terang Chello.

Komunitas-komunitas di Surabaya sekarang lebih multikultu­r. Mempertemu­kan anak muda dari berbagai latar belakang. ”Mata kami terbelalak. Ternyata, Surabaya ini sungguh beragam,” terangnya.

Ke depan, mereka berdua berharap semakin aktif. Saat ini mereka sedang menggodok sebuah rencana. Namun, dia enggan mengungkap­kan lebih detail. ”Nanti saja kalau sudah pasti ya,” tandasnya. (*/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia