Pemkot Jalin Komunikasi dengan Perguruan Tinggi
Kurikulum SKB didominasi kegiatan berbasis praktik. Pembagian porsi praktik didasarkan pada tingkat siswa yang mampu menyelesaikan modul belajar. Makin tinggi kelas yang ditempuh, makin banyak jam praktik yang didapatkan.
Agus mencontohkan program setara paket C (setara SMA). Siswa kelas X dan XI hanya akan mendapatkan jam praktik 40 persen dari pembelajaran. Persentase tersebut meningkat ketika mereka memasuki kelas XII. Jam praktik yang ditempuh mencapai 50 persen dari total pembelajaran yang diperoleh mereka.
Lulus SKB, siswa bakal menerima tiga sertifikat belajar. Yakni, ijazah kesetaraan, ijazah uji kom- petensi, dan ijazah kompetensi profesi. ”Sertifikat yang terakhir akan disahkan langsung oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi, Red),” jelasnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, pihaknya sedang menjajaki perguruan tinggi (PT) agar bisa menampung para peserta didik untuk praktik. Hal itu akan disesuaikan dengan jurusan yang pernah diampu siswa di SMA/SMK. ’’Kalau dulu dari jurusan teknik mesin, kami akan komunikasikan dengan PT yang sesuai bidang tersebut,” katanya.
Dengan begitu, peserta didik bisa langsung berpraktik di PT yang telah diajak bekerja sama. Pemkot bakal membiayai kebutuhan peserta. ’’Bidangnya apa, nanti langsung dihubungkan dengan laboratorium di perguruan tinggi,” tambahnya.
Kasubbag Umum Kepegawaian Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya Rosalia Retno Bintarti menuturkan, pihaknya mencatat ada sekitar 11.060 anak rentan putus sekolah untuk jenjang SMA/SMK di Surabaya. Angka tersebut diperoleh dari pendataan di setiap kecamatan. Dinsos telah mengirimkan angka anak rentan putus sekolah itu kepada gubernur hingga presiden. ’’Kami ajukan untuk mendapat keringanan, agar tidak putus sekolah,” ujarnya.
Saat ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meminta dinsos melengkapi data anak rentan putus sekolah yang sudah diajukan, khususnya nomor induk siswa (NIS). Kemendikbud akan menyinkronkan data anak rentan putus sekolah tersebut dengan penerima kartu Indonesia pintar (KIP). ’’Kalau anak yang rentan putus sekolah itu belum dapat manfaat KIP, mereka bakal diusulkan menjadi penerima manfaat KIP,” tuturnya.
Selain itu, dinsos mengadakan program campus social responsibility (CSR). Mahasiswa diajak untuk mendampingi anak-anak yang rentan maupun sudah putus sekolah. Tujuannya, anak yang rentan tetap bersekolah dan yang telah putus sekolah bisa kembali menuntut ilmu.
Tahun ini, ada 144 anak yang menjadi binaan dinsos. Baik rentan maupun putus sekolah. Sebanyak 23 di antaranya belum bersekolah. Penyebabnya pun beragam. ’’Anakanak putus sekolah maupun yang rentan ini memiliki latar belakang masalah sosial. Di luar 11 ribu anak yang kami ajukan ke gubernur dan presiden kemarin,” terangnya. (elo/ayu/c18/git)