Jawa Pos

Hijrah ke Papua Barat setelah Bangkrut

Belum ke Raja Ampat kalau belum atau Veronica Olga melihat peluang usaha di destinasi wisata populer di Papua itu.

-

snorkeling diving.

VERONICA Olga tak bisa meninggalk­an logat Suroboyoan- nya. Kentel banget. Memang, perempuan 54 tahun itu penduduk anyar di Raja Ampat. Baru pada Desember 2015 dia hijrah ke kabupaten di Papua Barat tersebut.

Di perantauan­nya, Olga –sapaannya– tinggal di Jalan Fundar Sakela, Waisai. Waisai adalah ibu kota Kabupaten Raja Ampat.

Di sana, Olga punya ruangan berukuran 5 x 8 meter. Cukup luas. Tapi, terasa penuh oleh berbagai alat diving dan snorkeling. Puluhan wet-suit atau baju selam menggantun­g di dinding. Termasuk aneka kaki katak yang ditata rapi di lantai.

Masker berbagai model berada di etalase kaca. Di bagian paling depan ada kompresor untuk mengisi udara di tabung oksigen.

”Biasanya, yang menyewa alat selam di Raja Ampat harus tamu resor. Saya satu-satunya yang menyediaka­n untuk umum,” kata Olga. Karena itu, ibu tiga anak tersebut menyewakan alat-alat selam yang cukup komplet

Data tersebut dilengkapi pula dengan alamat pelanggar sesuai STNK. Bukti tilang akan dikirimkan ke alamat itu. Jika penerima tilang protes, hasil pantauan CCTV akan menjadi barang bukti.

Menurut Kabid Lalu Lintas Dishub Surabaya Robben Rico, setiap hari rata-rata terpantau 200 pelanggara­n. Yang terbanyak adalah sepeda motor dan angkutan umum. Biasanya, mereka memotong markah atau berhenti di tempat yang tidak diperboleh­kan.

Robben menyatakan, program tersebut menindakla­njuti perintah Wali Kota Tri Rismaharin­i. Sebab, tingkat kecelakaan di Surabaya cukup tinggi. Salah satu penye- babnya adalah pelanggara­n lalu lintas. Karena itu, kesadaran berlalu lintas harus terus dibangun. ”Harus ada pengawasan yang dilakukan secara terusmener­us,” ujarnya.

Tim Satlantas Polrestabe­s Surabaya sejatinya terus berupaya mengurangi angka pelanggara­n. Baik melalui sosialisas­i maupun penindakan. Tapi, mobilitas petugas memang terbatas. Nah, karena pemkot punya perangkat berupa CCTV untuk memantau jalan, perangkat itu lantas dikembangk­an menjadi sistem tilang online.

Robben menjelaska­n, perangkat CCTV bertindak seperti robot. Merekam sesuai pandangan. Hasil rekaman akan masuk ke sistem dan muncul di monitor.

Saat uji coba, monitor memunculka­n data yang sangat bagus. Nomor polisi dan jenis pelanggara­n akan muncul. Bisa jadi, beberapa nomor yang sama akan muncul. Itu terjadi jika kendaraan melakukan beberapa kali pelanggara­n. Misalnya, angkutan umum. Biasanya, pengemudi mandek di kawasan larangan berhenti. Itu sudah tercatat sebagai pelanggara­n. Karena tidak ada yang menegur, dia kembali berjalan dan melanggar lagi. Otomatis, nomor yang sama akan tercatat di data pelanggara­n.

Robben tidak bisa memerinci kawasan mana saja yang sudah dipasangi CCTV pengintai lalu lintas. Dia hanya menyebut beberapa titik. Di antaranya, kawasan Jalan Ahmad Yani, Jalan Darmo, Jalan Diponegoro, Basuki Rahmat, kawasan Bratang, dan kawasan rawan macet lainnya. ”Intinya, di mana saja pengendara harus taat lalu lintas,” ujarnya.

Dia juga belum bisa memastikan kapan program itu diterapkan. Banyak kendala teknis yang harus dibahas lebih dahulu. Termasuk potensi masalah yang muncul. Misalnya, apabila pelanggar bukan pemilik kendaraan. ”Sistem yang diterapkan bagaimana? Apakah bukti tilang tetap dikirim kepada pemilik atau pengemudi?” kata dia.

Bisa jadi, tetap dikirim kepada pemilik kendaraan. Selanjutny­a, pemilik kendaraan meminta penagihan denda kepada pengguna kendaraan. Lalu, apabila kasusnya kendaraan sudah terjual tapi belum dibalik nama, dishub juga belum memastikan proses penyelesai­annya.

Untuk sementara, tilang akan diberikan ke alamat STNK. Selanjutny­a, penerima menyampaik­an kepada pembeli kendaraan baru. Apabila pembeli tidak mau bertanggun­g jawab, STNK yang bersangkut­an akan diblokir. ”Semua itu masih dalam pembahasan. Dibutuhkan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaa­n,” jelas Robben.

Satlantas Polrestabe­s Surabaya menyatakan akan turut andil dalam sistem tilang via CCTV tersebut. Kasatlanta­s Polrestabe­s Surabaya AKBP Adewira Negara Siregar menyebut hal itu sebagai bentuk efektivita­s. Sebab, tidak semua bagian kota terjangkau oleh petugas.

Satu per satu CCTV akan dipantau setiap hari untuk mencari pelanggar lalu lintas. ’’Jika sudah ketemu, akan langsung dikomunika­sikan dengan anggota terdekat yang ada di lapangan,” ucap Adewira.

Bukti pelanggara­n yang didapat anggota akan dikirim kepada petugas di lapangan. Rekaman tersebut berfungsi sebagai bukti pelanggara­n.

’’Itu juga berfungsi jika tidak ada petugas di lokasi terdekat,” tambah Adewira. Petugas yang berada di balik layar tetap melakukan pemantauan. Bukti pelanggara­n akan tetap direkam. Polisi kemudian memeriksa database pengendara tersebut. Dengan begitu, mereka bisa ditilang.

Dengan sistem itu, polisi bisa menjangkau tempat-tempat yang tidak terpantau anggotanya. ’’Seperti ketika malam atau di beberapa kesempatan polisi tidak berjaga,” tambahnya.

Sistem tersebut tidak hanya bertujuan menaikkan angka penindakan atau sekadar menakutnak­uti masyarakat. Yang terpenting adalah terciptany­a budaya disiplin berkendara. Sebab, masyarakat terkadang lalai. Mereka hanya patuh pada peraturan lalu lintas jika melihat polisi. ’’Kalau sudah seperti ini, mereka akan merasa dipantau terus,” tegas Adewira.

Pelaksanaa­n program tersebut juga bersamaan dengan penerapan e-tilang. Petugas kini mulai menyosiali­sasikan sistem itu. ’’Mekanisme e-tilang sama saja. Masyarakat cukup membayar di bank setelah kode penilangan­nya keluar,” jelas perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Sebelumnya, ide itu digodok. Sebab, ada beberapa hal yang harus diperhitun­gkan. Misalnya, bagaimana jika yang melanggar adalah kendaraan pinjaman. ’’Kami masih berdiskusi dengan kejaksaan dan pengadilan mengenai hal ini,” ujar alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) pada 1999 tersebut. (riq/bin/c6/c7/dos)

 ?? GUSLAN GUMILANG/ JAWA POS ??
GUSLAN GUMILANG/ JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia