Jawa Pos

Debit Air Turun, Pasokan Masih Aman

-

SURABAYA – Memasuki puncak musim kemarau, debit kali Surabaya menurun. Perum Jasa Tirta (PJT) pun harus mengatur pasokan air agar warga Surabaya tidak kekurangan.

Penurunan debit air tersebut terlihat di Kalimas sisi utara. Air terlihat menyusut lantaran tidak ada pintu air di dekat laut. Pintu air terakhir yang dapat membendung air berada di Kayoon. Selepas itu, ketinggian air sangat bergantung pada pasang surut air laut.

Kasubdiv II/2 Wilayah Sungai Brantas PJT Hadi Witoyo membenarka­n bahwa debit air dari hulu yang mengarah ke Surabaya sempat menurun

Selama empat jam debit air turun lantaran ada penyesuaia­n ketinggian air di hulu. ”Kondisi kemarau memang seperti ini. Air harus dibagi,” jelas Hadi ditemui di kantornya.

Penurunan debit air tersebut berdampak pada penurunan ketinggian air di Pintu Air Rolak. Normalnya ketinggian air mencapai 468 cm. Penurunan debit tersebut membuat ketinggian air turun 3 cm. Agar tidak semakin turun, PJT menutup sebagian pintu bendungan untuk menahan laju air. Ketinggian berangsur naik pada pukul 15.00 kemarin (29/8).

Agar Surabaya teraliri lagi, PJT harus menutup Pintu Air Mlirip yang mengarah ke Porong sehingga Sungai Brantas secara keseluruha­n teralirkan ke Surabaya.

Selain mengatur pintu air, PJT mengurangi jatah irigasi ke sejumlah daerah. Jatah air untuk pertanian bisa diturunkan hingga 20 persen. Dalam keadaan sangat kritis, penurunan mencapai 30 persen. Jika tidak dilakukan, Surabaya tidak kebagian air. ”Prioritas kami tetap untuk air minum. Jadi, irigasi bisa menyesuaik­an,” lanjutnya.

PJT juga bakal melakukan pengerukan sungai. Hadi mengungkap­kan, Wali Kota Tri Rismaharin­i telah meminta PJT untuk samasama mengeruk sedimen di daerah Ngagel. Harapannya, daya tampung sungai lebih besar.

Surabaya memang sangat bergantung pada Kali Brantas. Sebanyak 97 persen air PDAM Surabaya memang diambil dari kali Surabaya. Jika ketersedia­an air tidak tercukupi, krisis air bersih bisa melanda warga perkotaan.

Humas PDAM Ari Bimo Sakti menyatakan, selama kemarau, produksi air terbilang masih aman. Bahkan, produksi Agustus meningkat menjadi 19 juta meter kubik. Juli lalu PDAM hanya memproduks­i 17 juta meter kubik air. ”Musim kemarau ini produksi kami tetap aman,” jelasnya.

Menurut Bimo, saat kemarau, PDAM justru mendapat kemudahan. Meski debit air menurun, tingkat kekeruhan air lebih rendah. Saat hujan, kondisi air justru sangat keruh karena sedimen dari hulu turun ke Surabaya.

Dia juga menyebutka­n bahwa tingkat polusi air cenderung menurun. Industri yang membuang limbah tanpa diolah juga menurun. ’’Mereka menunggu awal musim hujan,” lanjutnya.

PDAM bakal mengalami kesulitan pada awal musim hujan nanti. Sedimen dasar sungai bakal tergelonto­r air hujan sehingga proses penjerniha­n air lebih rumit. (sal/c17/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia