Si Ramping Jagoan Berlayar
Ini masih tentang kapal layar yang mengharumkan nama Indonesia. Ukurannya lebih kecil daripada KRI Dewaruci, tapi pengalamannya mengarungi lautan tak kalah hebat.
KRI Arung Samudera (ArSa) tergolong kelas B. Lebih kecil jika dibandingkan dengan Dewaruci yang masuk kelas A tipe kecil. Lebar kapal tersebut hanya 6, 45 meter. Tapi, justru itu menjadi kelebihan baginya.
Kapal yang dibuat pada 1991 itu bersandar di Dermaga Flores Kompleks Komando Armada Kawasan Timur (Armatim) Surabaya. Tiga ruangan di geladak kapal terlihat kali pertama ketika masuk ke ArSa. Ruangan paling depan sangat kecil. Hampir menyerupai ruang ATM. Hanya lebih rendah dan dindingnya dari papan kayu. ”Ruang itu pintu masuk ke tempat peristirahatan anggota,” kata Panglima Armada Kawasan Timur (Armatim) Laksamana Muda TNI Darwanto pada Senin (28/8).
Ruangan selanjutnya berada di tengah. Ukurannya 2 x 1,5 meter. Di dalamnya terdapat peralatan komunikasi, GPS, meja yang dilengkapi dengan peta, dan radar. ”Kalau ini anjungan,” lanjut Darwanto.
Di depan ruang tersebut, terdapat lempengan besi yang beratnya 8 ton. Center board namanya. Saat berlayar, besi itu diturunkan dengan menggunakan katrol. ”Besi ini berfungsi sebagai beban agar kapal tetap stabil,” jelas perwira tinggi dengan dua bintang di pundak tersebut. Dengan begitu, ArSa berlayar dengan stabil saat harus menghadapi tiupan angin kencang.
Pintu masuk anjungan berada di bagian belakang. Nah, di sebelah kanan pintu tersebut, terdapat besi bundar berdiameter 1 meter. Di sisi kiri atas, ada panel untuk akselerasi mesin. ”Juru kemudi akan berdiri dan mengendalikan dari tempat itu,” imbuh dia.
Di tempat itu pula terdapat kompas magnet. Juru kemudi menggunakan peralatan tersebut untuk menentukan berapa derajat perubahan arah sesuai instruksi komandan kapal. Ruangan terakhir berada di belakang kapal. Cukup luas. Sebab, ruang yang dinding dan lantainya berlapis kayu tersebut menjadi ruang tamu. Di dalamnya terdapat kursi sofa dan meja, televisi, serta minibar. Para awak sering menyebutnya ruang salon.
Ruangan tersebut punya lorong ke bawah. Lorong itu menyambungkan geladak atas dengan ruang makan, kamar tidur perwira, kamar mandi, serta dapur. ”Semua ser- basempit,” ujar Darwanto.
Dia lalu menceritakan awal mula kapal tersebut bergabung dengan TNI-AL. Sebelumnya, kapal dengan corak putih itu bernama Adventure. Status kapal tersebut milik David Blackley, orang New Zealand.
Pada 1995, kapal itu ditawarkan ke pemerintah Indonesia. Sebelum dibeli, kapal tersebut diujicobakan untuk berlayar mengelilingi Nusantara. Pelayaran yang bernama Arung Samudera itu sekaligus memperingati HUT Ke50 Republik Indonesia. Sukses berlayar dan dinyatakan layak, TNI-AL membeli kapal tersebut.
Darwanto yang kala itu berpangkat mayor mendapat kesempatan untuk menjadi komandan. Dia membawahkan 16 anggota TNIAL yang bertugas di kapal tersebut. ”Itu awal KRI Arung Samudera menjadi bagian dari Indonesia,” ungkapnya.
Kapal yang telah berusia 26 tahun itu ini sudah berkelana mengelilingi dunia. Perjalanan pertamanya pada 14 April 1996– 4 Mei 1997. Menempuh jarak 31.755 mil laut. ArSa mendapat ”tugas” pertama dari presiden untuk mempromosikan Indonesia ke dunia.
Pelayaran dipimpin Mayor Laut (P) Darwanto. ArSa membawa 22 awak kapal kala itu. Misi yang cukup berat dan banyak tantangan. Rute yang dilewati dari Jakarta melalui laut Arabia menuju ke Makkah. Selanjutnya, dari Makkah, kapal berlayar kembali menuju Port Said, Mesir.
Dari pelabuhan tersebut, kapal yang kini punya 11 awak itu bergabung dengan kapal layar lainnya menuju ke Port Naples, Italia. Dari Naples, perjalanan mengarungi lautan berlanjut ke Port Cadiz, Spanyol; Laz Palmas; Saint Lucia; Panama; Hawaii; Fukuoda; Hongkong; Singapura; dan kembali ke Jakarta. Total perjalanan menempuh waktu 386 hari. Waktu tersebut setara dengan 1 tahun 1 bulan.
Si ramping ArSa juga telah memenangi lomba layar beberapa kali. Salah satunya pada Cutty Sark Race di Laut Mediterania pada 1996. Rute yang dilewati Palma–Napoli. (riq/c6/jan)