Industri Mobil Listrik Nasional Butuh Proteksi
Perpres Jangan Hanya Jadi Karpet Merah Produsen Luar Negeri
SURABAYA – Semangat putra bang sa dalam mewujudkan mobil lis trik nasional kembali bergelora. Itu yang terungkap dalam sarasehan nasional tentang per ce- patan mobil listrik yang di seleng garakan ITS kemarin ( 31/ 8). Pa ra pengem bang mobil listrik na sional mengungkapkan harapannya agar tak menjadi pe nonton di negeri sendiri.
Belakangan kekhawatiran itu memang muncul di kalangan pengembang mobil listrik nasional. Sebab, rancangan peraturan presiden (per- pres) mengenai percepatan mobil listrik dinilai sekadar memberikan karpet merah bagi industri mobil internasional
Ketua Tim Mobil Listrik Nasional dari ITS Nur Yuniarto menyatakan, sarasehan tersebut digelar untuk mencari jalan keluar percepatan kendaraan listrik di Indonesia. Karena itu, acara tersebut sengaja mempertemukan akademisi, pebisnis, dan pemerintah.
”Minimal kami mendapatkan kesempatan, apakah kita akan jadi pemain atau hanya penonton,” ucap Nur. Menurut dia, Indonesia pasti mampu menghasilkan mobil listrik nasional jika akademisi, pebisnis, dan pemerintah bersedia bergerak bersama.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah pihak memang dihadirkan. Dari sisi akademisi, seluruh kampus yang terlibat pengembangan mobil listrik nasional dihadirkan. Dari sisi pebisnis, mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Kendaraan Listrik Bermerek Nasional (Apklibernas) maupun yang tak juga diundang.
Dari pihak pemerintah hadir perwakilan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Juga diundang para stakeholder lain yang berkaitan dengan energi seperti Pertamina dan PT PLN.
Kesempatan itu banyak dimanfaatkan para periset dan pebisnis untuk menagih komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap industri dalam negeri. Ketua Apklibernas Sukotjo Herupramono, misalnya, mempertanyakan upaya proteksi yang bisa dilakukan pemerintah terhadap industri mobil listrik bermerek nasional. Upaya pemerintah melindungi industri mobil listrik dalam negeri memang tidak tergambar dalam rancangan perpres percepatan mobil listrik.
Sementara itu, kalangan kampus banyak mempertanyakan mau dikemanakan pengembangan mobil listrik yang selama ini sudah mereka lakukan. Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe juga ikut menyuarakan kegalauan periset di kampus.
Menurut Jumain, tingkat kesiapan teknologi (TKT) mobil listrik yang dikembangkan di kampus sebenarnya mencapai tingkat sembilan. Sebenarnya tinggal menunggu implementasi secara industri. Lanjut Jumain, sebenarnya pengembangan mobil listrik sudah dirancang sejak lama. Itu tertuang dalam program nasional mengenai low cost green car atau LCGC. ”Dalam program LCGC itu, di dalamnya ada mobil listrik, tapi justru melesat mobil-mobil murah bercc rendah itu,” katanya.
Dalam pandangan Kemenristekdikti, hasil pengembangan mobil listrik di kampus dan industri dalam negeri sebenarnya sangat siap untuk diproduksi masal. Hanya masalahnya, pemerintah harus memikirkan bagaimana agar mereka mampu bersaing dengan raksasa-raksasa otomotif dari luar negeri.
Jumain mengusulkan agar pemerintah memberikan konsep yang jelas bagi mobil listrik nasional. Misalnya, industri mobil listrik nasional diberi jatah untuk menggarap pasar kendaraan atau transportasi publik. Bisa bus, angkot, atau bahkan kendaraan dinas untuk di seluruh pemerintah daerah (pemda).
Jika itu sudah dilakukan, industri lokal tinggal berfokus mengerjakan produk tersebut. ”Harus mulai disiapkan pasarnya. Apakah free market atau captive market,” ujarnya. Hal tersebut, menurut Jumain, tidak hanya dipikirkan orang-orang teknologi, tapi juga orang ekonomi dan bisnis.
Menurut Jumain, pemerintah memang harus satu suara. Bukan seperti saat ini, yang berbeda pandangan dalam hal kebijakan percepatan mobil listrik nasional. ”Pernyataan menteri-menteri kita berbeda selama ini. Ini harus ada kesepakatan dulu. Kalau tidak, akan jadi hambatan,” tuturnya. (gun/c9/ang)