Mahir Menunggang Motor Trail
KEBERADAAN polwan tidak bisa dipisahkan dari tugas kepolisian. Buktinya, selalu ada perempuan di setiap satuan fungsi. Bripka Deti Meivani, misalnya. Dia merupakan satu di antara dua perempuan yang bertugas di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mapolresta Sidoarjo.
Di balik paras ayunya, Deti ternyata menggandrungi motor Bahkan, dia adalah satusatunya perempuan yang ikut Gajah Mada Adventure Trail (G-MAT). Yakni, komunitas motor
yang mayoritas anggotanya adalah polisi.
Deti mengaku memiliki ketertarikan kepada motor sejak kecil. Deru suara knalpot yang khas menjadi alasannya. Dia ingin menunggangi kendaraan itu ketika dewasa. ”Bapak dulu pernah punya,” ujarnya. Namun, seiring berjalannya waktu, keinginan tersebut sirna dengan sendirinya. Deti lupa karena tugasnya di kepolisian cukup banyak. Nah, keinginannya untuk merasakan sensasi mengendarai motor kembali muncul setelah menikah. Sebab, suaminya juga penghobi motor Deti sesekali mencoba menunggangi kuda besi milik pasangan hidupnya itu. Hasrat untuk memiliki motor sendiri kemudian muncul secara perlahan. Deti merasa kurang bebas jika harus selalu meminjam motor suaminya. ” Waktu mau beli, suami sempat melarang. Mungkin khawatir karena nge- identik dengan jatuh-jatuh,” ungkapnya. Namun, keinginan yang sangat kuat akhirnya membuat suaminya luluh. Deti berhasil meyakinkan bahwa ketertarikannya pada motor trail tidak berbahaya. Dia lantas membeli motor yang berkapasitas mesin 150 cc pada akhir 2014.
Tidak butuh waktu lama, Deti memodifikasi motor biru tersebut. Dia membubuhkan nama dan nomor 24 ke bodi kendaraan layaknya sejati. ”Nomor itu punya asal usulnya. Dulu, saya angkatan ke-24 saat SMA. Begitu juga saat masuk polisi,” tuturnya.
Deti menyatakan, jatuh dari motor memang tidak bisa dipisahkan dari penghobi motor terlebih pada kategori Motor sengaja dipacu di jalur setapak yang tidak bisa dilalui dengan motor biasa. ”Tapi, itu justru seninya. Jadi, akrab dengan teman-teman yang menolong. Jatuh dan lecet lumrah,” ucapnya.
Sejak remaja, dia memang menyukai tantangan. Ibu tiga anak tersebut selalu penasaran dengan hal baru. Gara-gara rasa ingin tahu yang tinggi itu pula, dia mendaftar sebagai polisi. ”Dapat kabar katanya harus melewati seleksi yang ketat,” ucapnya.
Kabar tersebut ternyata tidak meleset. Deti sempat merasakan pedihnya gugur karena persaingan. Dia tidak lolos pada pendaftaran pertama. Deti akhirnya lolos pada pendaftaran kedua.
Dia menambahkan, hobi ekstrem tersebut memiliki pengaruh terhadap kinerjanya di kepolsian. Warga Desa Kebonagung, Sukodono, itu merasa mentalnya menjadi lebih teruji. ”Polwan juga dituntut serbabisa, tidak kalah dengan polisi lakilaki,” katanya. (edi/c24/ai)