Tidak Cukup dengan Lari Kencang
Ada beberapa faktor penting yang menjadi penyebab jebloknya prestasi Indonesia di SEA Games 2017. Support penuh dari semua pihak akan menjadi pemicu atlet untuk menggenjot performa di berbagai event.
CATATAN besar pola pembinaan olahraga Indonesia sebenarnya berada di tangan Kemenpora dan Satlak Prima. Dua pihak tersebut punya daya dan upaya untuk mewujudkan itu semua.
Sayang, capaian di SEA Games 2017 sudah cukup membuktikan bahwa mereka hanya punya upaya tanpa daya alias modal logistik. Alasan pendanaan selama ini masih menjadi isu krusial buat pelatnas cabor Indonesia dalam menjalankan program latihan mereka. Mulai perencanaan latihan, uji tanding di dalam dan luar negeri, plus kompetisi menjadi syarat mutlak agar para atlet bisa berkembang. Krisna Bayu, salah seorang mantan atlet nasional dari cabang olahraga judo, mengatakan bahwa salah satu faktor kegagalan Indonesia dalam SEA Games kali ini adalah lemahnya koordinasi di antara sejumlah lembaga. Mulai Komite Olahraga Indonesia (KOI), Satlak Prima hingga pihak Kemenpora selama persiapan menjelang SEA Games.
Dia lantas mencontohkan, Satlak Prima yang diberi tugas merawat dan meningkatkan performa para atlet proyeksi SEA Games. Namun, tanggung jawab tersebut tidak dibarengi dengan tanggung jawab pengelolaan keuangan secara mandiri. Akibatnya, banyak atlet harus terkapar lemas karena gaji dan uang vitamin sering terlambat cair.
’’Kondisi itu membuat mental dan psikologis atlet terjun bebas sebelum tampil di SEA Games,’’ kata peraih medali emas judo nomor 100 kg putra di SEA Games 2001 itu. ’’Jadi, atlet-atlet saat ini ibarat kuda yang sedang sakit, tetapi dipaksa untuk berlari kencang, sulit,’’ kata pria yang juga salah seorang pengurus Satlak Prima itu.
Sementara itu, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menuturkan, bakal ada evaluasi besar-besaran atas hasil di SEA Games yang jauh dari target. ’’Harus ada tindakan drastis dari pemerintah untuk memperbaiki ini semua. Semua harus segera diselesaikan. Pokoknya tidak pakai cara-cara biasa lagi, harus luar biasa,’’ ujar Sofjan.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil di SEA Games. Dia menyatakan bakal ada evaluasi agar Indonesia lebih siap menghadapi Asian Games setahun lagi.
Lebih lanjut, Sofjan menuturkan salah satu yang akan menjadi bahan evaluasi adalah peran Satlak Prima yang selama ini bertugas mendongkrak raihan medali. Lembaga di bawah Kemenpora itu telah mendapat banyak dukungan dana, tenaga, dan peralatan.
Memang ada beberapa masalah, misalnyapencairan dana yang tidak bisa cepat. Penyebabnya, masalah birokrasi yang takut dan tidak saling percaya setelah kemunculan kasus korupsi di Kemenpora. Izin dan pemeriksaan menjadi lebih ketat. ’’Tetapi, apa pun, koordinasi memang tidak bagus sama sekali. Akhirnya sampai pada saling menyalahkan,’’ imbuh dia.
Contohnya sudah bejibun. Lifter Eko Yuli Irawan mengungkapkan dengan gamblang betapa kurangnya dukungan yang diberikan oleh Satlak Prima kepada tim angkat besi. Lalu, peraih emas tolak peluru putri Eki Febri sampai mencurahkan kekesalannya di media sosial.
Salah satu contoh kasus seperti yang terjadi pada Maria Natalia Londa, andalan Indonesia di lompat jangkit dan lompat jauh. Londa di Kuala Lumpur harus puas meraih dua perak. Dia selalu kalah oleh atlet Vietnam.
PB PASI menyadari hal itu. Sayangnya, mereka belum juga menemukan cara yang tepat untuk mengejar ketertinggalan dari negaranegara pesaing yang sudah lari kencang. ’’Sementara formula yang terbaik masih dipikirkan,’’ ucap Kabid Binpres PB PASI Taufik Yudi Mulyanto. (nap/irr/ben/jun/c4/ady)