Agar Panitia TPS Tidak Didominasi Orang Tua
Tingkat partisipasi warga Surabaya pada pemilu tergolong rendah. Karena itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya mengadakan kelas pemilu. Anggota Karang Taruna (Kartar) Surabaya menjadi peserta pertamanya.
KPU Surabaya menyelenggarakan pemilihan wali kota (pilwali) Surabaya Rabu (30/8). Perebutan posisi wali kota terjadi lagi antar pasangan RasiyoLucy serta Risma-Whisnu. Namun, jumlah pemilihnya hanya tiga orang. Kegiatan tersebut dilakukan secara tertutup di Rumah Pintar Pemilu Bung Tomo, Gedung KPU Surabaya.
Tentu, acara itu bukan pilwali ulang. Hanya simulasi. Seluruh panitia tempat pemungutan suara (TPS) dan pemilih berasal dari Kartar Surabaya. Ada 54 anggota kartar se-Surabaya yang mengikuti kegiatan yang dibagi dalam tiga gelombang tersebut. Mereka mendapatkan materi pemilu langsung dari anggota KPU Surabaya Divisi Umum, Keuangan, dan Logistik Miftakhul Gufron.
Rudi Cahyono menjadi pemilih pertama. Dia sudah terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) sebuah TPS. Proses pemilihan dilangsungkan seperti biasa. Setelah mencoblos, dia langsung memasukkan kertas ke kotak suara.
Pemilih kedua belum terdaftar di DPT TPS setempat. Dia membawa e-KTP untuk memilih. Mereka diperbolehkan memilih dengan membawa KTP elektronik pukul 12.00–13.00. ’’Jadi, sebelum pukul itu belum boleh ya teman-teman,’’ jelas Gufron, lantas memanggil pemilih ketiga.
Kali ini giliran penyandang tunanetra. Mereka juga mendapatkan hak suara yang sama. Ada pendamping yang membantu pemilih tersebut menuju ke bilik dan kotak suara.
Setelah simulasi selesai, peserta dipersilakan bertanya. Ketua Kartar Wiyung Indra Wahyudi paling aktif bertanya. Peserta yang mengikuti kelas pemilu itu mendapat sertifikat. ’’Apakah sertifikat itu bisa berguna saat mendaftar sebagai penitia pemilihan nantinya?’’ tanya pria 39 tahun tersebut.
Gufron menerangkan, penilaian pendaftar ditentukan pada tes tulis. Sertifikat yang dimiliki para peserta kelas pemilu bakal menjadi nilai plus. Namun, sertifikat tidak menjamin 100 persen bakal diterima. ’’ Yang paling penting nilai tesnya,’’ jelasnya.
Indra kembali bertanya. Apakah bisa panitia TPS mendaftar ke kecamatan lain? Misalnya, warga Wiyung mendaftar ke Pakal? Pertanyaan itu lantas dikomentari anggota kartar dari Pakal. ’’ Lho, enggak boleh, Cak,’’ katanya. Gufron sependapat dengan anggota kartar asal Pakal tersebut. ’’Selain tidak sesuai aturan, hal itu tidak diperkenankan teman Sampean,’’ ucap Ghufron sembari meringis.
Agenda kelas pemilu tersebut dilakukan untuk menyambut Pilgub 2018. Dia mengungkapkan kegembiraannya ketika melihat para pemuda antusias dalam proses pemilu. Para kader kartar diharapkan menularkan ilmunya ke tetangga di sekitar lingkungan tempat tinggal masing-masing. Pada 2010 partisipasi pemilih mencapai 43 persen. Pada 2014 mencapai 51 persen. Meski naik, jumlah tersebut tergolong masih di bawah target KPU.
Penanggung Jawab Kelas Pemilu Kartar Surabaya Febryan Kiswanto menerangkan, program itu baru kali pertama diadakan Kartar Surabaya. Anggota kartar termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses pemilu. ’’Beberapa kali panitia di TPS orangnya itu-itu saja. Nah, pemudanya harus ambil bagian,’’ lanjut alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) tersebut.
Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi menambahkan, tujuan utama kegiatan itu adalah edukasi. Meski tidak menjadi panitia, anggota kartar tetap bisa memantau jalannya pemilu sebagai warga biasa. ’’Bukan hanya kartar, kita akan gandeng ormas lain untuk datang,’’ kata alumnus Universitas Negeri Surabaya (Unesa) tersebut. (*/c15/oni)