Hasil Penjualan Bisa Jadi Pemasukan Negara
Menangkarkan burung kicau gampang-gampang susah. Jika tidak ulet, anakan burung mudah mati. Penangkaran di Lapas Porong termasuk yang berhasil.
KESIBUKAN terlihat di Lapas Kelas I Surabaya kemarin pagi (1/9). Hampir semua penghuni tumplek bleg di lapangan. Warga binaan maupun petugas lapas bersama-sama menyaksikan penyembelihan hewan kurban. Sebelumnya, di tempat yang sama, mereka menunaikan salat Id berjamaah.
Namun, ada seorang warga binaan yang tidak turut serta. Dia adalah Adi Ferdiansyah Putra. Pria asal Jember itu memiliki kesibukan sendiri. Tidak ada hubungannya dengan perayaan Idul Adha. Adi tampak merawat burungburung di penangkaran yang dimiliki Lapas Kelas I Surabaya. ”Nanti saya tinggal makan (daging kurban) saja,” selorohnya, lantas terkekeh.
Saat itu, Adi sedang menyuapi anakan perkutut. Umurnya baru sebulan. Sebuah botol bekas minuman mineral dimodifikasi sehingga mirip dot bayi. Dia dengan telaten memberikan bubur gandum yang dicampur susu kepada burung anakan berwarna abu-abu itu. Layaknya seorang ibu menyusui anaknya.
Jiwa pria yang masuk lapas dua tahun lalu itu memang tertambat di dunia unggas, khususnya burung. Sejak kecil, dia familier dengan kehidupan burungburung. Adi masih ingat betul, ketika umur sepuluh tahun, dirinya sering berburu burung di hutan. Bukan untuk dibunuh dan dimakan. Melainkan untuk dipelihara. Kalau sudah punya kicau yang bagus, burungnya dijual ke pasar. ”Tapi, jika sedang butuh uang, ya saya jual langsung,” tuturnya.
Usaha tersebut ternyata bisa jadi sumber penghidupannya. Setiap hari dia berjualan di Pasar Burung Kupang. Uang hasil penjualan burung digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bahkan, pria yang dihukum karena melakukan pembunuhan itu punya penangkaran sendiri di rumahnya, daerah Banyu Urip. Segala macam jenis burung ditangkarkan. Kemampuannya merawat burung-burung pun terasah. ”Burung itu sudah saya anggap anak saya sendiri. Jadi, sudah menyatu feeling- nya,” urainya.
Pengalaman itulah yang membuatnya tertarik ketika lapas punya penangkaran burung. Pria yang dihukum 11 tahun penjara tersebut mengajukan diri untuk menjadi perawatnya. Dia meminta pihak lapas menyediakan indukan seperti burung murai batu, jalak suren, perkutut, hingga love bird. Adi juga dibantu beberapa narapidana lain untuk membersihkan kandang.
Ketelatenan tersebut berbuah hasil. Jumlah burung di penangkaran lapas yang berlokasi di Porong, Sidoarjo, itu mencapai puluhan pasang. Padahal, awalnya hanya ada empat pasang. Petugas pun sampai kewalahan.
Peran Adi di penangkaran tersebut begitu besar. Buktinya, saat dia dipindah ke Lapas Malang setahun lalu, burung-burung itu terbengkalai. ”Beberapa ekor mati karena tidak terawat,” sesalnya.
Pihak lapas lalu meminta Kanwil Kemenkum HAM Jatim untuk mengembalikan Adi ke Lapas Porong. Kembali mengurusi penangkaran burung. ”Dia ini pinter ngeramut. Kalau bukan dia, banyak yang mati burung ini,” ujar Kasi Pengelolaan Hasil Kerja Lapas Kelas I Surabaya Eko Budi Mustafa.
Lantaran peran Adi pula, banyak pemasukan yang dihasilkan. Hasil penjualan burung kicau itu digunakan untuk mengembangkan penangkaran. Jenis burungnya ditambah. Kandangnya diperluas. ” Yang paling banyak hasilnya ya murai batu. Selain harganya mahal, cepat bertelurnya,” lanjut Eko.
Ke depan, Eko berharap hasil penjualan burung tersebut bisa punya kontribusi untuk negara. Disetorkan lewat penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Juga bisa berguna bagi para petugas lapas. ”Petugas yang punya burung di rumah bisa dititipkan dan ditangkarkan di sini. Hasilnya nanti dibagi dua,” jelasnya.
Saat ini penangkaran burung tersebut ditempatkan di bagian depan lapas. Bersebelahan dengan kantin dan ruang besuk. Di sebelah selatan penangkaran ada taman yang diberi gazebo. Tiap pengunjung pasti betah berlama-lama sambil mendengarkan kicauan burung.”Ini memang untuk menjauhkan lapas dari kesan angker sekalian jadi tempat rekreasi,” terang Eko. (*/c6/fal)