Jawa Pos

Mengutuk Tragedi Rohingya

-

KRISIS kemanusiaa­n terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar, semakin panas. Penyeranga­n 30 pos polisi dan militer yang dilakukan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) justru berdampak kepada etnis Rohingya yang tidak berdosa. Laporan Reuters terakhir menyebutka­n, konflik kali ini telah menewaskan 400 orang.

Di tengah tidak menentunya krisis Rohingya, belakangan muncul informasi hoax di media sosial. Bentuknya berupa berita, foto, dan video. Semua berkaitan dengan situasi yang dialami warga Rohingya di Rakhine. Sebagian besar tidak bisa diverifika­si. Tentu saja, penyebaran hoax semakin memanaskan konflik. Bahkan, itu bisa mengaduk-aduk emosi siapa pun. Penyebar hoax menarget kelom- pok tertentu agar semakin terprovoka­si kondisi di Rohingya.

Penyebaran hoax memang tidak bisa dicegah. Pemicunya adalah kondisi Myanmar yang begitu tertutup terhadap jurnalis dan LSM. Data dan fakta seputar arus pengungsi, video kuburan masal, pemerkosaa­n, dan pembakaran permukiman beredar luas tanpa ada konfirmasi.

Bahkan, Wakil Perdana Menteri Turki Makmet Simsek pada 29 Agustus lalu melalui akun Twitternya men- tweet empat foto hoax untuk menarik simpati dunia internasio­nal. Empat foto tentang pria terikat di pohon, warga yang terkatung-katung di atas air, anak menangis, dan belasan mayat terapung. Berdasar penelusura­n BBC, empat foto tersebut terjadi di empat peristiwa di lokasi berbeda. Di antaranya, mayat tera- pung adalah korban badai Nargis di Nigeria pada Mei 2008. Lalu, pria terikat di pohon adalah korban tsunami di Aceh pada 2003.

Kita sepatutnya bijak menyikapi informasi hoax itu. Ada baiknya kita serahkan solidarita­s kita kepada pemerintah dengan pendekatan G-to-G. Menlu Retno Marsudi sudah berupaya keras menemui koleganya di Myanmar untuk mencari solusi terbaik. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia