IHSG Belum Bisa Tembus Level 6.000
Tertekan Sentimen Situasi Geopolitik
JAKARTA – Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) bulan ini diperkirakan tidak jauh berbeda dengan Agustus lalu. Pada Agustus lalu, indeks sempat naik ke rekor 5.916. Namun, pada akhir bulan (31/8), indeks kembali turun ke 5.864,06. Indeks pada September ini lebih banyak dipengaruhi sentimen-sentimen yang bersifat sesaat.
Analis senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menyatakan, pada Agustus lalu belum ada pengaruh secara fundamental terhadap pergerakan indeks. Begitu pun pada September ini. ’’Secara historis, masih ada kecenderungan melemah. Namun, pelemahannya tidak sedalam Agustus,’’ katanya kemarin (3/9).
Sebagai perbandingan, secara historis pergerakan indeks pada Agustus selama sembilan tahun terakhir rata-rata melemah 2,43 persen. Selanjutnya, pada September, indeks rata-rata mele mah 0,29 persen. Untuk September tahun ini, diharapkan pergerakan IHSG bisa lebih baik daripada September tahuntahun sebelumnya.
Menurut Reza, sentimen secara fun da mental yang membu at IHSG bertahan di level 5.900 be lum terlalu kuat. ’’ Belum ada sentimen yang secara sig nifikan da pat mem per tahankan IHSG di zona hijau. Apalagi mampu mendorong IHSG untuk melesat ke level 6.000 seperti yang di perkiraan sebelumnya,’’ ujar nya.
Faktor penggerak IHSG lebih banyak berdasar rumor dan sentimen. Dengan begitu, laju IHSG pun rentan melemah. Beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain, rapat Federal Open Market Committee (FOMC), rilis data ekonomi dari Tiongkok dan Eropa, serta data inflasi dalam negeri. Hal lain yang juga menjadi perhatian khusus adalah beritaberita maupun sentimen mengenai emiten langsung.
’’Apalagi, jika emiten itu adalah emiten small cap (kapitalisasi pasarnya kecil, Red), akan lebih sensitif. Namun demikian, justru di situlah peluang bagi para pelaku pasar untuk mendapatkan gain (keuntungan, Red) besar,’’ lanjutnya. Reza pun memprediksi level support IHSG bulan ini mencapai 5.740–5.780 serta level resisten 5.912–5.945.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara menuturkan, tekanan geopolitik masih memengaruhi bursa saham. Yang terbaru adalah percobaan penembakan misil oleh Korea Utara (Korut) dan konflik mengenai genosida kepada etnis Rohingya di Myanmar. ’’Itu akan menjadi penyebab turunnya bursa saham di Asia,’’ katanya.
Ketegangan terkait dengan Ko rea Utara ( Korut) sendiri beberapa kali memengaruhi bursa pada Agustus lalu. Pertama, ketika Korut bersitegang de ngan AS se telah berniat menembakkan rudal ke Pulau Guam. Lalu, di lanjut ketika Korut menembakkan rudal yang jatuh di perairan Pasifik di utara Hokkaido, Jepang.
Bursa global, termasuk Indo ne sia, sempat ditutup di zo na me rah aki bat dua aksi Ko rut ter sebut. Terakhir, Korut kem bali be rulah dengan mela kukan uji co ba bom hidrogen yang dapat di masukkan ke dalam rudal ba listik antarbenua. ( rin/ c22/ sof)