Mulai Terapkan Nontunai
SURABAYA – Konsep nontunai pada pembayaran parkir di Jalan Jimerto dan Sedap Malam dimulai bulan ini. Juru parkir tidak menerima pembayaran uang cash. Namun, pembayaran menggunakan e-money yang disosialisasikan sejak Juli.
E-money tersebut digesekkan pada alat parkir meter yang terpasang di dua titik itu. Dengan begitu, tidak ada uang cash yang diterima juru parkir. Semua langsung masuk ke kas daerah. Potensi kebocoran parkir juga diantisipasi.
Sejak awal, Kepala UPT Parkir Tepi Jalan Umum Dishub Tranggono Wahyu Wibowo menargetkan parkir nontunai beroperasi pada September. Hari ini kawasan Jimerto dan Sedap malam dipadati kendaraan. Dia berharap target itu bisa tercapai. ”Kami sudah tekankan kepada jukir agar tidak melayani pembayaran tunai,” tegasnya.
Untuk kelancaran program itu, Tranggono menerjunkan tim ke lapangan. Tim tersebut mengawali praktik parkir di dua titik itu. Pengguna jasa parkir yang tidak memiliki e-money disarankan membeli. ”Kartu itu tidak dipakai untuk satu kali. Mereka bisa menggunakannya berkali-kali,” jelasnya.
Sejak awal, tujuan akhir program parkir meter adalah pembayaran nontunai dan penerapan tarif progresif. Saat ini regulasi tarif progresif disusun. Tranggono ingin mendahulukan penerapan e-money. ”Kami ingin memastikan dua tujuan dari program itu terlaksana,” lanjutnya.
Sebelumnya, sistem pembayaran di dua titik parkir tersebut masih bercampur. Ada yang menggunakan e-money, ada pula yang tunai. Pembayaran tunai diberikan kepada juru parkir. Selanjutnya, juru parkir menggesekkan e-money miliknya pada alat parkir meter. ”Ke depan, juru parkir dilarang menerima uang dari pengguna jasa parkir. Tidak ada cash sama sekali,” paparnya.
Pembayaran nontunai menjadi andalan pemkot untuk mengantisipasi kebocoran di lapangan. Selain itu, pembayaran nontunai memudahkan pemkot melakukan kontrol di lapangan. Sebelum ada program tersebut, retribusi parkir menggunakan cara manual.
Juru parkir mengambil jatah karcis di dishub. Karcis itu diserahkan kepada pengguna jasa parkir. Pendapatan retribusi tersebut dibagi antara jukir, kepala pelataran (katar), dan sisanya disetor ke dishub.
Fakta di lapangan, banyak jukir yang nakal. Mereka menarik tarif lebih mahal daripada ketentuan di karcis. Selain itu, ada kendaraan yang parkir tanpa karcis atau menggunakan karcis bekas. Retribusi yang seharusnya masuk ke pemkot justru dikantongi jukir tersebut. (riq/c16/ano)