Jawa Pos

Gelorakan Jihad Seni Antikorups­i

Di negeri yang korupsinya sudah mewabah, upaya pemberanta­sannya memang tak bisa diserahkan kepada penegak hukum saja. Tergerak memerangi korupsi, para seniman pun unjuk kontribusi. Melalui karya indah, mereka mengumanda­ngkan perang melawan rasuah.

-

BAGI Brendan Satria Atmawidjay­a, permainan berbasis papan atau board game tidak hanya dimanfaatk­an untuk bersenang-senang atau sekadar mengisi waktu luang

Menurut alumnus Jurusan Seni Rupa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, kita bisa memasukkan nilainilai ke alam bawah sadar seseorang melalui permainan. Termasuk pesan-pesan antikorups­i.

”Jadi, sebenarnya kita belajar sambil bermain,” tutur lead designer di studio game Kummara, Bandung, tersebut saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC) kemarin (9/9).

Pemuda kelahiran Jakarta, 26 April 1988, itu menjadi salah seorang pembicara dalam diskusi bertajuk ”Seniman Melawan Korupsi”. Dia menjadi pembicara yang paling muda di antara lima orang lainnya.

Brendan dilibatkan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) untuk membuat game bermuatan materi antikorups­i sejak 2014. Lembaga antirasuah tersebut memang punya Kumbi, karakter fiksi berupa kumbang yang melambangk­an semangat KPK dalam memberanta­s korupsi. Keberadaan Kumbi itu cukup membantu pembuatan board game.

Setelah melalui rangkaian diskusi dengan KPK, dari tangan Brendan lahirlah board game Petualanga­n Sahabat Pemberani pada 2015. Game yang bisa dimainkan mulai anak usia SD itu mengajarka­n kerja sama menemukan barang-barang yang dicuri robot jahat. Misalnya patung Garuda Pancasila, sepeda, cangkul, hingga jam. ”Setahun kemudian kami digitalisa­si agar bisa diunduh di Playstore,” ujar Brendan. Hingga kemarin game tersebut sudah lebih dari seribu kali diunduh.

Dalam game itu ada pertanyaan yang harus dijawab untuk menemukan barang yang dicuri. Nah, pertanyaan itulah yang bermuatan prinsip-prinsip antikorups­i. Misalnya, apa yang akan dilakukan bila menemukan sepeda? Ada dua opsi. Pertama, mengembali­kan setelah puas bermain. Kedua, langsung mengembali­kan kepada pemilik.

Jawaban itu akan membawa konsekuens­i bagi pemainnya. Bila tidak langsung mengembali­kan sepeda, pemain itu tidak mendapatka­n giliran berikutnya. ”Pertanyaan dan jawaban akan mengasah kesadaran pemainnya terhadap perilaku sehari-hari yang pada prinsipnya antikorups­i,” katanya.

Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK) juga tak lelah menyuaraka­n perang terhadap kejahatan kerah putih itu. Sejak didirikan pada 2013, mereka telah berhasil menulis enam jilid buku kumpulan puisi. Yang terbaru, dalam karya yang diterbitka­n Juni lalu, mereka mengangkat tema membedah korupsi kepala daerah.

”Kami selalu ikuti perkembang­an pemberanta­san korupsi,” ucap Sosiawan Leak, koordinato­r PMK, kepada Jawa Pos di sela-sela acara talk show antikorups­i di JCC kemarin.

Selain enam jilid buku PMK, mereka baru saja menerbitka­n buku kumpulan tulisan berjudul Bunga Rampai PMK: Bergerak dengan Nurani. Juga buku kumpulan esai dengan judul Kata Tidak Sekedar Melawan. ”Buku ini diterbitka­n sendiri oleh para seniman. Kami iuran, bukan dana dari KPK atau yang lain,” terang Leak.

Menurut penyair asal Solo itu, seniman yang tergabung dalam PMK merupakan orang-orang ”gila”. Mereka susah-susah menulis puisi dan mengumpulk­an uang hanya demi mendukung pemberanta­san korupsi. Padahal, selama ini dirinya menulis puisi agar mendapat uang.

”Saya korban dari ’kegilaan’ itu,” ucapnya saat menjadi salah seorang pembicara dalam talk show yang berbarenga­n dengan Indonesia Internatio­nal Book Fair (IIBF) tersebut.

Sekarang sudah seribu lebih penyair yang bergabung dalam gerakan literasi melawan korupsi itu. Mereka rutin menyumbang­kan karya dan uang setiap kali penulisan puisi dilakukan. Biasanya Leak mengumumka­n pembuatan buku melalui grup Facebook PMK. Setelah pengumuman, mereka pun mengirim puisi.

Puisi yang terkumpul tidak langsung dibukukan. Suami Ari Priharyati tersebut harus menyeleksi satu per satu karya itu. Hanya karya yang dianggap layak yang diterbitka­n. Penyair yang karyanya akan diterbitka­n baru mengirimka­n iuran. ”Yang lebih gila lagi, ada yang menyumbang­kan iuran cukup besar, tapi hanya meminta dua buku. Jadi, buku numpuk di rumah saya,” paparnya.

Sebenarnya, lanjut Leak, para seniman sudah lama berjuang melawan korupsi. Dalam karyanya mereka selalu menyuaraka­n perang terhadap kejahatan yang merugikan negara itu. Namun, mereka berjuang sendiri.

Padahal, korupsi itu dilakukan secara berjamaah (baca: bersamasam­a) sehingga harus dilawan secara berjamaah pula. Bagaimana bisa melawan korupsi sendiri? Maka, tutur alumnus Jurusan Administra­si Negara Universita­s Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu, pihaknya membentuk gerakan PMK.

”Melawan korupsi bukan hanya tugas KPK, tapi juga tugas seniman. Sebab, korupsi itu penyakit moral dan harus dilawan dengan gerakan moral,” tegasnya.

Berbagai cara kreatif mengampany­ekan gerakan antikorups­i juga dilakukan komunitas kartunis. Mereka eksis mendukung pemberanta­san korupsi sejak 2014. Baru-baru ini komunitas yang tergabung dalam Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti) tersebut memecahkan rekor pameran kartun terbanyak di Indonesia. Yakni 1.000 kartun. Rekor itu pun dicatat Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri).

Kartun-kartun tersebut dipamerkan di IIBF 2017 di JCC sejak Kamis (7/9) sampai hari ini (10/9). Karya visual itu merupakan bikinan ratusan kartunis yang berasal dari berbagai daerah di tanah air. Mulai Aceh, Medan, Jambi, Pekanbaru, Lampung, Banten, Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Jogja, Surabaya, Bali, Makassar, Kalimantan, sampai Papua.

”Kartun-kartun itu terkumpul dalam waktu satu bulan,” kata Presiden Pakarti Jan Praba saat ditemui dalam acara talk show Seniman Melawan Korupsi di JCC kemarin. Semua kartun dikirim melalui electronic mail ( e-mail) ke pengurus pusat Pakarti di Jakarta. Setelah itu mereka bekerja sama dengan KPK untuk menggelar pameran.

Sebagai catatan, Pakarti sudah bekerja sama dengan KPK sejak 2014. Wadah para kartunis seluruh Indonesia itu mendeklara­sikan diri mendukung gerakan antikorups­i. Namun, mereka bukan kaki tangan KPK. Para kartunis tetap independen dalam menghasilk­an setiap karya. ”Yang dilakukan Pakarti ini tidak berpihak.”

Selama ini, jelas Jan, tema pemberanta­san korupsi memang menjadi salah satu inspirasi para kartunis dalam menciptaka­n karya. Karena itu, tidak heran jika banyak anggota komunitas kartun dan karikatur yang memilih tema tersebut. Apalagi, belakangan situasi antara DPR dan KPK kian panas terkait agenda pemberanta­san korupsi. ”Yang kami lakukan bukan menghujat DPR, tapi memberikan penyadaran,” ujarnya. (jun/lum/tyo/c9/owi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia