Jawa Pos

Keras ke Anak-Anak agar Tak Main-Main saat Balapan

Berbekal asam-garam dunia balap liar, Gunawan Salim mencegah kedua anaknya, Tommy Salim dan Gerry Salim, untuk ikut-ikutan jejak nakalnya. Kini dua anak itu berada di deretan atas pembalap motor Indonesia.

-

GUNAWAN Salim masih memancarka­n sosok flamboyan yang kuat saat Jawa Pos mewawancar­ainya pada Senin (4/9) di rumahnya, kawasan Manyar Sambongan. Sambil tersenyum lebar, dia membukakan pintu pagar putih rumahnya. ”Wah, pakai motor Shogun. Ini salah satu jagoan saya dulu, Mas,” ujarnya.

Mengenakan kaus polo abu-abu dengan kancing kerah yang dibiarkan terbuka dan bercelana ripped jins pendek, dia terlihat enjoy meladeni wawancara

Padahal, Gunawan terbilang sibuk. Sebab, dia tengah mengawal Gerry Salim untuk menghadapi pertanding­an di India pada Oktober.

Pada Agustus, sebulan penuh Gunawan menggemble­ng Gerry hingga akhirnya memenangi seri keempat Asian Road Race Championsh­ip (ARRC) 2017 di posisi puncak.

Itu bukan kali pertama Gerry memenangi seri kejuaraan bergengsi tersebut. Dia menjadi jawara tujuh kali berturut-turut. Belum ada yang bisa menandingi lari kuda besi Astra Honda Racing Team 250 cc yang ditunggang­i Gerry. Dia yang baru menginjak usia 20 tahun itu hanya bisa tersipu saat sang papa bercerita tentang kiprahnya di ARRC. Kala itu, dia duduk di kiri Gunawan.

Memang, Gunawan masih turun tangan untuk memoles bakat kedua anaknya meski keduanya memiliki pelatih khusus. Setiap hari, aktivitasn­ya diisi dengan latihan fisik dan memacu motor untuk mengejar best lap time. ”Papa ini orangnya keras,” kata Gerry.

Pernyataan itu langsung disambut tawa kakaknya, Tommy Salim, yang tiba-tiba nimbrung ke ruang tamu. Dia mengangguk sambil memainkan telunjukny­a ke arah sang papa. Tommy merupakan pembalap nasional yang terjun di arena Supermoto dan MotoPrix. Gunawan langsung berkilah, ”Sudah balapan resmi, kalau nggak dapet juara, ya, bolong terus dompetnya,” sahutnya.

Lantas, Gerry menceritak­an betapa cerewetnya sang papa di paddock balap mana pun. Menurut dia, sang papa pernah menamparny­a sekali saat event balapan di sirkuit Kenjeran pada 2011. Gunawan menuturkan bahwa Gerry banyak kehilangan waktu di sejumlah tikungan.

Akhirnya, Gerry mengaku sempat ngambek beberapa saat dan kesal dengan sang papa. ” Lha, awakmu menggok koyo sluku bathok, lose time terus,” sambar Gunawan lagi. Slukusluku bathok adalah tembang dolanan anak-anak yang sangat ceria dan santai. Seperti batok kelapa yang ela-elo atau hanya berputar-putar ringan.

Sambil tertawa, Tommy langsung menengahi. Ternyata, dia punya cerita serupa dengan adiknya, Gerry. Menurut dia, sang papa memang sangat disiplin soal teknik balap. Apalagi jika dia banyak kehilangan waktu ketika berbelok. ”Papa marahnya memang spontan, setelah itu, ya, cair lagi,” ungkapnya.

Sejatinya, suami Hamna Sofyan tersebut tak pernah memaksa anaknya untuk mengikuti jejaknya sebagai pembalap. Mantan pembalap motocross pada era 80-an itu menceritak­an peristiwa demi peristiwa yang dilaluinya.

Sejak kecil, Gunawan memang menyukai balap motor. ”Waktu itu, yang naik daun motor trail. Itu butuh nyali,” ucapnya. Pria berusia 57 tahun tersebut kali pertama terjun di dunia motocross pada 1976. Saat itu, timnya tidak disponsori siapa pun. Tim mandiri. Penyandang dananya adalah keluargann­ya sendiri.

Melayang di udara dan berbelok di lintasan tanah berlumpur adalah momen yang paling dirindukan Gunawan. ”Bebas lepas semua beban pikiran. Yang ada cuma gimana caranya melibas lawan,” ucap bapak tiga anak itu.

Setelah memutuskan pensiun dari dunia motocross pada 1993, Gunawan masih tidak bisa lepas dari dunia balapan. Dia ikut mbengkel bersama kawan-kawannya semasa sekolah. Membina dunia balap Surabaya. Lalu, pilihannya jatuh pada road race.

Menurut dia, saat itu road race tengah naik daun. Hampir setiap hari, dia membina puluhan anak muda di Sirkuit Kenjeran agar Surabaya punya jagoan balap yang baru. Akhirnya, Gunawan berhasil menelurkan joki andalan seperti Galang Rizky, Eko Chodox, dan Bobby Arab.

Namun, pada 2005, Gunawan meninggalk­an jagat road race. Balapan itu tak menantang adrenalinn­ya. Yang dipilih adalah jalur nyeleneh. Yakni, balap liar 201 meter dan 400 meter di jalanan Surabaya. Dia membuka bengkel kecil di rumahnya. Belasan motor dengan kecepatan di bawah 10 detik berhasil dia telurkan bersama rekan mekanik lainnya.

Pada era itu, belum banyak spare part aftermarke­t yang masuk ke Indonesia. Riset demi riset dilakukan untuk membuat motor bisa finis dengan waktu di bawah 9 detik. Berkali-kali mesin jebol lantaran setting yang kurang pas. Percobaan itu membutuhka­n waktu berbulanbu­lan untuk menemukan racikan dapur mesin yang pas.

Setelah empat bulan berkutat mencari kompresi mesin yang tepat, hasil cemerlang akhirnya muncul. Bahkan, hasilnya dua kali lipat. Suzuki Shogun keluaran 2000 berkapasit­as 127 cc miliknya berhasil menyentuh angka 14 detik saat dipacu sepanjang 400 meter di kawasan Pucang, Gubeng. Artinya, kecepatan rata-rata motor itu mencapai 102 kilometer per jam. ”Lari segitu udah ngeri banget. Seneng saya,” tutur Gunawan.

Pria asli Surabaya tersebut ternyata mbeling. Motor besutannya itu diikutkan taruhan di sejumlah kawasan di Jawa Timur. Lawannya berasal dari bengkel-bengkel besar di Surabaya dan Sidoarjo. SAM Motor dan Jepang Motor adalah lawan yang cukup berat kala itu. Nilai taruhan tertinggin­ya mencapai Rp 65 juta. ”Jokinya berkelas dan lawannya bengkel besar. Maka, taruhannya besar,” imbuhnya.

Saat bertarung, Gunawan selalu membawa keluargany­a. Tujuannya, mereka tahu betapa kerasnya dunia balap liar. Tak cuma itu, dia rutin membawa keluarga saat diundang menonton sejumlah pertanding­an balap liar di Jawa Timur. Mulai ke Nganjuk hingga Lamongan.

Treatment itu ternyata berhasil. Tommy dan Gerry mengaku belum pernah menyentuh motor balap liar. Sebab, keduanya pernah melihat kecelakaan parah yang menimpa para rider balap liar.

Ketika kedua anak laki-lakinya mulai tumbuh berkembang, Gunawan sempat khawatir mereka akan terjun di dunia balap liar. Tommy dan Gerry memang sangat berminat mengikuti jejak papanya sebagai pembalap. Tenaga berlebih kedua anaknya langsung disalurkan ke dunia road race dan motocross sejak usia SD.

Gunawan punya trik cerdik agar kedua anaknya tak bisa ikut balap liar. Saat duduk di bangku SMA, kedua anaknya langsung digiring menuju sirkuit Kenjeran sepulang sekolah. Energi Tommy dan Gerry diperas habis sang papa di sana. Sejak siang hingga petang. Alhasil, saat malam tiba, kedua anaknya hanya bisa ndeprok di rumah lantaran kecapekan. ”Kalau nggak diakal gitu, mereka bisa ikut saya,” terangnya, lantas tertawa.

Pria berhorosko­p Aries itu baru benar-benar pensiun dari dunia balap liar pada 2010. Gunawan merasa malu kepada dua anaknya dan orang-orang sekitar. ”Masak anaknya udah jadi pembalap nasional, bapaknya masih main balap liar, duh,” gerutunya. Tommy dan Gerry yang terus menyimak langsung tertawa saat mendengar pengakuan papanya itu.

Mantan pembalap bergelar Raja Kenjeran tersebut berharap kedua buah hatinya memahami konteks ceritanya. Gunawan punya hasrat dan obsesi besar pada dunia balap motor Indonesia. Baik motocross, road race, maupun drag race. ”Kami bersyukur kini aturan sudah mendukung para pembalap. Apalagi, pihak sponsor selalu support pembalap yang bagus,” ungkapnya.

Menanggapi fenomena balap liar di metropolis, Gerry berharap sirkuit balap di area Gelora Bung Tomo (GBT) bisa segera diaktifkan. Menurut dia, akan jauh lebih baik jika para pemilik motor balap liar itu diajak bertarung resmi di sana. ” Tinggal nunggu waktu aja kan sirkuit GBT dibuka. Sabar dikit lagi, lah,” ujarnya.

Gunawan berharap Pemkot Surabaya bisa meniru pengelolaa­n Sirkuit Sentul, Bogor. Di sana, para joki balap liar bisa bertarung sepuasnya tiap Senin dan Rabu sejak pukul 15.00–18.00. Tanpa mengganggu masyarakat.

Fasilitas keamanan para joki juga disediakan pihak pengelola sirkuit. Bahkan, kesadarann­ya makin meningkat. Area jalan umum yang disulap menjadi arena balap liar pun kini hampir menghilang. Mereka lebih memilih main aman di Sirkuit Sentul. ”Pada hari itu, mereka balapan sendiri. Banyak yang sudah bawa perlengkap­an keamanan sendiri. Yang nonton di tribun sampai mbludak,” tambahnya. (*/c16/dos)

 ?? GRAFIS: HERLAMBANG/JAWAHERLAM­BANG/ JAWA POS ZAIM ARMIES/JAWA POS ??
GRAFIS: HERLAMBANG/JAWAHERLAM­BANG/ JAWA POS ZAIM ARMIES/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia