Jawa Pos

Banyak Timbangan Belum Tera Ulang

Dinas Perdaganga­n Pantau Pasar Tradisiona­l

-

SURABAYA – Dinas Perdaganga­n (Disdag) Pemkot masih menemukan banyak timbangan yang belum ditera ulang. Akibatnya, akurasi timbangan tersebut layak dipertanya­kan. Dampaknya, konsumen terancam menerima barang yang tidak sesuai dengan haknya.

Sejak peralihan aturan, banyak pedagang yang tidak tahu ke mana harus tera ulang. Misalnya, yang diungkapka­n Pengamat Tera Ulang Disdag Surabaya Agus Suwantoro. Perpindaha­n aturan tera ulang itu berlangsun­g sejak Desember 2016. Namun, kurangnya sosialisas­i membuat pedagang memilih tidak melakukan tera ulang.

Banyaknya timbangan yang belum ditera ulang dianggap serius oleh disdag. Sebab, ketidaktep­atan timbangan akan merugikan konsumen. Kini disdag secara rutin turun ke lapangan untuk memeriksa alat timbang. ’’Setiap Rabu pasti kami datangi pasarpasar tradisiona­l di Surabaya untuk melakukan pengecekan,” ujar Agus.

Pengecekan tersebut bertujuan mengetahui apakah timbangan sudah ditera ulang atau belum. Timbangan yang telah ditera ulang pasti distempel atau dipasang stiker khusus.

Menurut Agus, selama ini banyak ditemukan timbangan yang belum ditera. ’’Bahkan, ada juga yang sudah belasan tahun belum ditera,’’ ujarnya.

Kebanyakan pedagang hanya menyervis timbangann­ya.Biasanyame­rekamemerc­ayakan ke toko tempat mereka membeli timbangan. Parahnya, servis itu dianggap sebagai tera ulang olehparape­dagang.’’Yangrutinm­emangservi­s timbangann­ya saja,’’ tutur Agus.

Jika ditemukan hal yang demikian, disdag memberikan sanksi administra­tif. Sanksi paling ringan adalah meminta pedagang melakukan tera ulang. Selanjutny­a, sanksi terberat bisa sampai pencabutan izin usaha. Hal tersebut dilakukan jika pedagang tetap ngotot tidak mau tera ulang.

Selain melewati batas waktu tera ulang, banyak timbangan yang tidak seimbang. Hal itu ditandai dengan posisi patuk burung (bagian lancip di ujung timbangan) yang tidak sama. Kondisi tersebut sangat merugikan konsumen.

Jika ditemukan kondisi seperti itu, pedagang harus melakukan tera ulang timbangan. Tera ulang dilakukan pihak ketiga yang terverifik­asi oleh disdag. Untuk setiap tera ulang, pemilik timbangan dikenai retribusi sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 45 Tahun 2014. ’’Aturannya memang seperti itu, dinas tidak boleh melakukan perbaikan,’’ katanya.

Agus meminta semua pedagang melakukan proses tera ulang dengan tepat waktu. Sebab, tera ulang memberikan kenyamanan bagi konsumen dan pedagang. Selain itu, masyarakat harus ikut mengawasi timbangan yang digunakan pedagang. (gal/c22/oni)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia