Jawa Pos

Ajak Anak Gila Berbahasa

-

SALAH satu syarat belajar bahasa adalah aktif. Termasuk dalam bahasa Jepang. Bini menyebutny­a dengan istilah belajar ’’gila’’. Eits, yang dimaksud tentu gila dalam hal positif. Bini mengungkap­kan bahwa kegilaan tersebut meliputi empat hal. Yakni, gila baca, dengar, ucap, dan tulis. Itulah empat kunci menguasai bahasa Jepang.

Karena itu, dalam kelasnya, Bini menekankan pengembang­an empat hal tersebut. Tidak perlu muluk, hal itu justru dikembangk­an dari aktivitas yang sederhana.

Salah satunya, praktik membaca komik. Tentu, cerita bergambar tersebut digemari siswa. Termasuk komik dalam bahasa Jepang. Sambil menghibur diri, siswa bisa menambah kosakata. Siswa pun semakin hafal bentuk-bentuk huruf Jepang. ’’Harus dibiasakan dan suka dulu, termasuk lewat komik,’’ ujarnya.

Selain itu, belajar pelafalan bisa melalui praktik mendengar. Yakni, mendengar lagu berbahasa Jepang. Tentunya, lirik lagunya diikuti untuk praktik berbicara. Yang terpenting, ucap Bini, siswa dapat belajar pelafalan yang tepat. Terutama intonasi.

Tak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia, intonasi dalam bahasa Jepang juga memengaruh­i makna. Misalnya, kalimat yang diucapkan dengan nada rendah bisa bermakna kecewa. Lalu, pengucapan dengan nada datar berarti pernyataan. Nada menukik tinggi di belakang dimaknai sebagai kalimat tanya.

Tidak hanya itu, Bini juga mengajak siswa aktif menulis. Apalagi, ungkap dia, untuk menulis huruf hiragana dan katakana, ada cara tersendiri. Terdapat urutan sekaligus tebal-tipis yang memengaruh­i. Karena itu, untuk mempermuda­h siswa, Bini selalu membuat kartu ajaib. Yakni, kartu hurufhuruf Jepang yang dilengkapi urutan penulisan suatu huruf. Kartu tersebut kadang dibagi di kelas ketika pengenalan huruf-huruf. Termasuk kata hingga kalimat. ’’Saya selalu imbau menulis pakai pensil, tebal tipisnya harus jelas,’’ ujarnya.

Dengan terus gila praktik itulah, menurut Bini, siswa akan mudah memahami bahasa asing tersebut. Tentunya, itu dibarengi disiplin dan percaya diri tinggi. Sebab, siswa tidak hanya harus rajin praktik, tetapi juga berani salah untuk terus belajar. ’’Pede saja, salah nggak apa-apa, toh bukan bahasa asli kita,’’ ungkap perempuan yang tumbuh remaja di Nganjuk tersebut. (kik/c20/ano)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia