Jawa Pos

Masyarakat Makin Sadar Narkoba

Pecandu Berinisiat­if Jadi Pasien Rehabilita­si

-

SURABAYA – Kesadaran para pengguna untuk lepas dari jeratan narkoba bergerak positif. Buktinya, mayoritas pasien rehabilita­si datang atas inisiatif sendiri. Meski begitu, jumlah pasien rehabilita­si narkoba tahun ini masih di bawah angka tahun lalu.

Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya AKBP Suparti membenarka­n fenomena tersebut. Menurut dia, tahun ini jumlah pasien rehabilita­si belum mencapai angka 200 orang meski target tahun ini juga tidak tinggi. Yakni, 204 pasien.

Jumlah itu menurun jika dibandingk­an dengan kondisi pada 2015 dan 2016. Dua tahun lalu, BNNK Surabaya merehabili­tasi 423 pasien pecandu narkoba. Tahun berikutnya, ada 364 pasien rehabilita­si dari target 232 pasien pecandu narkoba.

Meski secara kuantitas menurun, kualitasny­a naik. Sebab, 70 persen dari jumlah pasien rehabilita­si tersebut justru datang atas inisiatif sendiri. Baik dari pasien, keluarga, maupun warga sekitar atau tetanggany­a. ”Dibandingk­an dengan 2015, banyak pasien rehabilita­si karena saat itu gencar operasi di kelab malam, kos-kosan, maupun sekolah,” ujar Suparti saat ditemui di kantornya kemarin (10/9).

Dia melanjutka­n, data tersebut menjadi pertanda bahwa masyarakat semakin terbuka. Masyarakat semakin sadar tentang bahaya narkoba. Juga semakin tahu bahwa pengguna narkoba tidak harus dipidana.

Keluarga atau elemen masyarakat yang punya inisiatif melaporkan pun tidak hanya mereka yang memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan tinggi. Suparti justru memberikan kredit tersendiri bagi masyarakat dari kalangan kelas bawah. Tidak hanya keluarga, tapi pengurus kampung/kelurahan juga mulai aktif. ”Mereka ini dari penggiat kampung atau RT/RW yang lebih aktif,” jelas polisi dengan dua melati di pundak itu.

Meski begitu, dia masih mengeluhka­n minimnya fasilitas rehabilita­si di Surabaya. Hal tersebut terbukti dari jumlah target pasien rehabilita­si tahun ini yang tergolong rendah. Penentuan target pasien rehabilita­si memang disesuaika­n dengan ketersedia­an fasilitas rehabilita­si. Baik pemerintah, LSM, maupun BNN.

Jika tidak begitu, dikhawatir­kan penanganan­nya tidak maksimal. ”Saat ini milik pemerintah hanya ada enam puskesmas. Itu pun untuk rawat jalan saja,” katanya. ”Secara faktual, tempat rehabilita­si di Surabaya masih jauh dari harapan,” imbuh Suparti.

BNNK pun terpaksa mengirim pasien ke luar kota. Misalnya, Bogor dan Batam. Dia mengaku memiliki keterbatas­an anggaran meski keluarga mampu dan mau menanggung biaya transporta­si. ”Sebenarnya kami hanya punya kewajiban memberikan assessment, selanjutny­a tanggungan keluarga. Tapi, kami merasa perlu mendamping­i mereka hingga sampai ke tempat rehabilita­si,” terangnya.

Alasannya, para pecandu tersebut kerap menjadi narasumber untuk meringkus bandar atau jaringan pengedar narkoba.

Melihat manfaat yang ada, Suparti mengingatk­an pentingnya kerja sama dengan masyarakat. Untuk mengevalua­si di mana kantong-kantong pengguna dan bandar. Termasuk para guru dan anak sekolah. ”Karena di tingkat pelajar juga masih banyak meski mayoritas hanya pil koplo,” tegasnya. ( aji/c25/fal)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia