Jawa Pos

Indonesia Darurat Kekeringan

3,9 Juta Jiwa Terdampak, 56.334 Hektare Lahan Terancam Gagal Panen

-

JAKARTA – Bencana kekeringan mulai melanda Indonesia. Curah hujan yang rendah dan kualitas lingkungan yang buruk menjadi penyebab

Pemerintah tengah bekerja keras untuk menjamin ketersedia­an air bagi jutaan warga yang terdampak.

Parahnya, kekeringan itu terjadi di wilayah padat penduduk. Misalnya di Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah ( Jateng), Jawa Timur ( Jatim), Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kemarin (12/9) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) untuk membahas kondisi tersebut. Gubernur wilayah-wilayah terdampak kekeringan dipanggil ke istana untuk mencari solusi.

Jateng menjadi wilayah yang paling menderita. Di sana ada 1.254 desa di 30 kabupaten yang terdampak kekeringan. Berdasar data Badan Nasional Penanggula­ngan Bencana (BNPB), secara keseluruha­n di enam provinsi itu terdapat 2.726 desa di 105 kabupaten/kota yang terdampak bencana kekeringan ( lihat grafis).

Kekeringan tersebut berdampak kepada sekitar 3,9 juta jiwa yang tinggal di sana. Kemudian, tercatat ada 56.334 hektare lahan pertanian yang terancam kekeringan. Sebanyak 18.516 hektare di antaranya dipastikan gagal panen.

Untuk jangka pendek, Presiden Jokowi meminta suplai air bersih terus digelontor­kan ke kawasan yang dilanda kekeringan. Sampai kondisi kembali normal. ”Saya juga minta dicek suplai air untuk irigasi pertanian di daerah-daerah terdampak,” katanya saat ratas.

Untuk jangka panjang, pemerintah akan mengandalk­an waduk dan embung. ”Dua tahun terakhir kita sudah membangun bendungan, waduk, dan embung di desadesa. Saya harap ini juga bisa membantu,” lanjut mantan wali kota Solo itu.

Kepala Pusat data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkap­kan, mayoritas yang kekeringan adalah daerah yang pada tahun-tahun sebelumnya juga mengalami kekeringan. ”Masih tingginya kerusakan lingkungan dan daerah aliran sungai (DAS) membuat sumber air mengering,” ucapnya kepada Jawa Pos kemarin.

Dampaknya, pasokan air di sungai menyusut drastis selama musim kemarau. Padahal, di satu sisi, kebutuhan air terus meningkat seiring dengan pertambaha­n jumlah penduduk. Kekeringan terjadi karena ketersedia­an air tidak mampu mencukupi kebutuhan penduduk di wilayah tersebut.

Sutopo menjelaska­n, defisit air selama kemarau di Indonesia mulai terasa pada 1995. Secara nasional, sebenarnya air sangat mencukupi. Namun, bila dibagi sebarannya, Pulau Jawa berada dalam kondisi kritis. Kementeria­n PU pada 1995 merilis, surplus air di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara hanya terjadi selama lima bulan pada musim hujan. ”Sedangkan pada musim kemarau terjadi defisit selama tujuh bulan,” lanjutnya.

Kemudian, Bappenas pada 2007 merilis bahwa 77 persen kabupaten/kota di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun. Diperkirak­an, pada 2025 jumlah kabupaten defisit air meningkat hingga mencapai 78,4 persen. Defisit rawan terjadi sepanjang tahun. Dari wilayah minim air tersebut, terdapat 38 kabupaten/ kota atau sekitar 35 persen akan mengalami defisit tinggi.

Menurut Sutopo, seharusnya ada upaya terpadu dari semua pihak untuk mengatasi defisit. Tidak hanya mengandalk­an pemerintah. Dari sisi lingkungan, masyarakat harus ikut serta menjaga lingku- ngannya agar tidak sampai rusak. Kerusakan lingkungan jelas akan mengurangi kemampuan kawasan untuk menampung air.

Sementara itu, pemerintah harus terus menyediaka­n infrastruk­tur buatan yang mampu menjamin ketersedia­an air. Dalam jangka pendek, terang Sutopo, BPBD bersama perangkat daerah, PMI, NGO, dan relawan terus mengirim air dengan menggunaka­n truk tangki.

Untuk jangka menengah, langkah yang diambil Kementeria­n PUPR dan pemda sudah tepat dengan membangun embung, sumur bor, dan penampunga­n air. Sedangkan bendungan menjadi salah satu solusi jangka panjang.

Solusi lain yang wajib dilakukan dalam jangka panjang ialah mencegah kerusakan lingkungan. Reboisasi, pengelolaa­n DAS terpadu, hingga konservasi tanah dan air harus dilakukan untuk kembali meningkatk­an kemampuan tanah dalam menampung air. Dengan demikian, sumur-sumur resapan bisa selalu terisi sepanjang tahun.

Sementara itu, Badan Meteorolog­i, Klimatolog­i, dan Geofisika (BMKG) telah merilis data curah hujan sepanjang Agustus lalu. Dalam data tersebut, curah hujan di Jawa memang sangat rendah, di bawah 100 mm. Bahkan, di beberapa kawasan curah hujan sangat minim, di bawah 20 mm.

Kawasan paling minim hujan adalah Jateng, Jatim, NTB, dan NTT. Di Jateng, kawasan paling minim curah hujan ada di bagian barat serta wilayah Semarang hingga ke selatan. Di Jatim, kawasan tengah mulai Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, hingga Malang paling minim hujan. Di NTB, curah hujan paling minim ada di Pulau Sumbawa bagian timur. Sedangkan di NTT, kawasan paling minim hujan ada di Pulau Rote dan ujung selatan Pulau Timor.

Sebaliknya, kawasan di sekitar khatulisti­wa, terutama di sisi utara, cenderung mendapat curah hujan tinggi. Misalnya di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) bagian utara. Papua bagian tengah juga mendapat curah hujan tinggi, hingga di atas 500 mm, selama Agustus.

Kepala BMKG Andi Eka Sakya menjelaska­n, sebenarnya kondisi pada 2015 lebih kering daripada tahun ini. ”Tapi, kalau dibandingk­an dengan 2016, lebih kering tahun ini,” ujarnya di kompleks istana kepresiden­an kemarin. NTT menjadi wilayah paling kering karena diperkirak­an seratus hari tidak turun hujan atau lebih dari tiga bulan.

Sementara itu, di Jawa ketiadaan hujan terjadi ”hanya” selama 60 hari atau setidaknya masih di bawah tiga bulan. Kekeringan termasuk kategori kekeringan meteorolog­is karena hujan minim. (byu/c9/ang)

 ?? RENDRA KURNIA/JAWA POS RADAR BANYUWANGI ?? TUGAS EKSTRA MOBIL WATER CANNON: Warga Dusun Pancoran, Desa Sidowangi, Wongsorejo, Banyuwangi, memanggul jeriken yang telah diisi air bersih oleh Satuan Sabhara Polres Banyuwangi kemarin.
RENDRA KURNIA/JAWA POS RADAR BANYUWANGI TUGAS EKSTRA MOBIL WATER CANNON: Warga Dusun Pancoran, Desa Sidowangi, Wongsorejo, Banyuwangi, memanggul jeriken yang telah diisi air bersih oleh Satuan Sabhara Polres Banyuwangi kemarin.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia