Sudah Siap Gagal Capai Target Pajak
Defisit APBN Dipatok Rendah
JAKARTA – Tahun depan, pemerintah menargetkan angka defisit yang cukup rendah, yakni hanya 2,19 persen. Target defisit tersebut merupakan yang terendah sejak dua tahun terakhir. Menurut Menkeu Sri Mulyani Indrawati, besaran target defisit itu ditetapkan untuk menjaga rasio utang. Namun, dia mengatakan bahwa memang target defisit tersebut juga dibuat agar memberikan ruang fiskal jika target penerimaan negara kembali gagal tercapai.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, pemerintah memang selalu siap memberikan ruang fiskal jika target penerimaan meleset. ’’Dalam mengelola APBN atau fiscal policy (kebijakan fiscal), kami harus terus menyadari bahwa memang ada faktor dari dinamika ekonomi dan pelaksanaan kebijakan itu, di mana yang kami rencanakan sebagai defisit dalam hal ini penerimaan, lalu implikasinya ke defisit,’’ jelasnya.
Sri Mulyani menuturkan, kon- disi ekonomi domestik Indonesia menunjukkan indikasi perbaikan yang positif. Dia menguraikan, dalam konteks pengelolaan makroekonomi, ekonomi sudah tumbuh di atas lima persen. Dengan demikian, tidak diperlukan defisit yang terlalu besar.
Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Alexander Sugandi menuturkan, target defisit itu diprediksi akan melebar. Bahkan, itu akan naik dalam APBNP 2018. Hal tersebut terjadi jika pemerintah tidak bisa memenuhi target pendapatan negara, terutama penerimaan perpajakan. Untuk itu, yang perlu dilakukan pemerintah ialah mengoptimalkan sumbersumber penerimaan negara.
Sementara itu, berdasar RAPBN 2018, pemerintah berencana mencari utang Rp 399,2 triliun. Utang tersebut berasal dari penerbitan surat utang dan pinjaman masingmasing senilai Rp 414,7 triliun dan negatif Rp 15,5 triliun. Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Robert Pakpahan mengungkapkan, pembiayaan tersebut diarahkan kepada pemanfaatan yang produktif, efisien, dan hati-hati.
Robert menuturkan, sumber utama utang tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) yang direncanakan senilai Rp 414,7 triliun (neto). Sementara itu, pinjaman (neto) defisit Rp 15,5 triliun sehingga penerbitan SBN lebih tinggi daripada pembiayaan utang. Tahun depan pemerintah menerbitkan surat utang dengan mayoritas denominasi rupiah dengan porsi 70–80 persen dari total penerbitan Rp 414,7 triliun pada 2018. (ken/c4/sof)