Ger-geran Bahas Suku Bajo dan Dolanan Tradisional
Rumah Dahlan Iskan tak ubahnya panggung standup comedy kemarin (12/9). Sebab, si empunya rumah saling mbanyol bersama para tamunya yang rata-rata anak muda. Ada yang berasal dari komunitas Kampoeng Dolanan, ada juga perwakilan dari remaja Suku Bajo.
YA, kemarin Dahlan memang kedatangan tamu-tamu istimewa. Salah satunya adalah Ikratul Akbar. Dia merupakan salah satu perwakilan remaja Suku Bajo yang tinggal di Pulau Sapeken, Sumenep, Madura. Pulau Sapeken adalah salah satu daerah yang masih banyak ditinggali masyarakat Suku Bajo.
Sebenarnya Akbar datang ke rumah Dahlan karena ingin mengundang mantan menteri BUMN itu sebagai pembicara. Rencananya, pada Oktober, persatuan Suku Bajo Dunia menggelar festival seni dan budaya di Pulau Sapeken. Perwakilan Suku Bajo dari beberapa negara seperti Malaysia dan Brunei Darussalam akan hadir.
”Sapeken itu kan pulau yang ada di atas Pulau Bali, ya? Coba jelaskan bagaimana caranya saya ke sana?” tanya Dahlan kepada Akbar. Lantas, mahasiswa S-2 Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia tersebut menjelaskan rute perjalanan dari Surabaya ke Sapeken. Termasuk rute laut yang harus ditempuh dari Sumenep ke Pulau Kangean, lalu ke Sapeken. Atau, dari Sumenep langsung ke Pulau Sapeken dengan kapal ekspres.
”Sekarang gelombangnya lagi tinggi tidak?” tanya Dahlan lagi. ”Kalau sekarang iya, Pak. Tapi, kalau Oktober nanti, sudah tidak,” jawab Akbar serius. Rupanya, Dahlan bercanda. ”Oh ya, sudah kalau gitu. Sebab, kemarin saya barusan kena gelombang besar sekali,” kata Dahlan yang langsung disambut tawa tamu di rumahnya. Gelombang yang dimaksud mantan Dirut PT PLN itu tentu berkaitan dengan kriminalisasi terhadap dirinya.
Dahlan juga bertanya acara apa saja yang akan digelar dalam festival tersebut. ”Ada diskusi sampai permainan tradisional, Pak,” jawab Akbar. Menurut dia, selama ini permainan-permainan tradisional masih dilestarikan masyarakat Suku Bajo. ”Biasa kami mainkan saat Agustusan. Sama seperti masyarakat yang ada di darat. Semuanya kami mainkan. Yang tidak bisa itu balap karung, Pak,” lanjutnya. ” Lho, kok bisa?” tanya Dahlan. ”Iya, Pak. Kami kan tinggal di laut. Masak mau balap karung di atas perahu,” canda Akbar.
Masyarakat Suku Bajo memang dikenal tinggal di atas laut. Kebanyakan rumah yang mereka bangun pun berada di pinggir laut atau pantai. ”Kehidupan kami itu istilahnya membuka jendela rumah dan mancing sekenanya saja bisa dapat tongkol,” imbuh Akbar, disambut tepuk tangan tamu lainnya.
Dahlan juga mengajak diskusi anggota komunitas Kampoeng Dolanan yang datang dalam waktu bersamaan. Kampoeng Dolanan merupakan komunitas yang digagas Karang Taruna RT 4, RW 2, Kelurahan Simokerto, Surabaya. Komunitas itu bergerak pada bidang pelestarian permainan tradisional untuk anak-anak.
Dahlan tertarik mendengarkan penjelasan mengenai aktivitas Kampoeng Dolanan. Lantas, dia menanyai satu per satu profil anggota komunitas yang hadir di rumahnya. Termasuk asal kampusnya. Beberapa anggota masih berstatus mahasiswa. Beberapa lainnya sudah lulus.
Salah seorang yang ditanya Dahlan adalah Mustofa Sam, penggagas komunitas Kampoeng Dolanan. ”Anda kuliah di mana?” tanya Dahlan. ”Saya dulu kuliah di PENS ITS, Pak” jawab Sam. Lalu, Dahlan terus mengejar. ”Ambil apa?” Sam menjawab, ”Saya ambil hikmahnya saja, Pak,” jawab Sam sekenanya, lantas disambut tawa. ”Anda lucu. Bisa ikut stand-up comedy sama dia,” kata Dahlan sambil menunjuk Akbar.
Dalam waktu hampir bersamaan, rombongan dari SMAN 1 Gresik berkunjung ke rumah Dahlan. Mereka membawa sejumlah buku karya para siswa. Termasuk buku mengenai dolanan tradisional khas Gresik. Buku itu diserahkan kepada Dahlan. (*/c16/oni)