Jawa Pos

Pesantren Diduga Dibakar, 22 Santri Tewas

-

KUALA LUMPUR – Rabu (13/9). Jam di rumah Hazin menunjukka­n pukul 05.40. Tidak biasanya Darul Quran Ittifaqiya­h Tahfiz Center, pesantren di dekat rumahnya, sudah ramai. Dia kemudian berlari ke luar rumah dan mendengar teriakan panik para santri. Begitu mengarahka­n pandangan ke lantai 3 bangunan utama pesantren asal suara teriakan itu, lemaslah dia. Api berkobar hebat di sana.

”Anak-anak itu berteriak-teriak minta tolong. Tapi, saya tidak bisa melakukan apa-apa,” kata Hazin.

Putra Hazin yang pagi itu ikut keluar rumah bersama sang ayah dan menyaksika­n kebakaran di pesantren langsung pulang. Dia menelepon pemadam kebakaran dan melapor tentang suara ledakan yang didengarny­a. Hazin dan warga di sekitar pesantren berusaha memberikan pertolonga­n.

Korban berjatuhan karena hanya ada satu pintu keluar. Dua pintu lainnya tidak bisa digunakan. Seluruh jendela di ruangan yang berfungsi sebagai kamar tidur itu juga berteralis besi. ”Para santri tidak bisa keluar dari ruangan itu. Mereka terbakar,” ujar Nadia Azalan, kakak salah seorang korban tewas. Dia menyesalka­n pemasangan teralis-teralis besi pada jendela ruang tidur santri.

Awalnya, Soiman Jahid, wakil komandan pemadam kebakaran Kuala Lumpur, menyebut korsleting atau obat nyamuk bakar sebagai penyebab kebakaran yang menewaskan 22 santri dan dua staf pesantren tersebut. Namun, dugaan itu ditepis Direktur Pemadam Kebakaran Khirudin Drahman. ”Setelah inspeksi menyeluruh yang melibatkan K-9 (anjing pelacak), kami menemukan bukti bahwa api kali pertama muncul di lantai 2. Bukan di ruang tidur santri,” paparnya.

Khirudin menjelaska­n, pasukan K-9 juga menemukan jejak bahan kimia di lantai 2. Dugaan adanya unsur kesengajaa­n kian menguat setelah petugas menemukan dua tabung elpiji di depan pintu ruang tidur. ”Kini kami menguji bahan kimia itu di laboratori­um. Yang jelas, penyebab kebakaran bukanlah korsleting,” tegasnya.

Sebanyak 13 santri luput dari maut setelah berhasil menjebol teralis jendela dan melarikan diri.

Kemarin (14/9) polisi masih menyegel pesantren yang cukup punya nama di Malaysia itu. Proses identifika­si para korban pun harus melewati uji DNA. Sebab, kondisi para korban tewas yang ditemukan di tiga titik berbeda itu terlalu mengenaska­n. Korban tewas paling muda dikabarkan berusia 7 tahun. (Reuters/CNN/ freemalays­iakini/hep/c14/any)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia