Kades Tunggu Opini Kejari
Sekda Desak Merek Mobil Harus Sama
SIDOARJO – Turunnya petunjuk teknis (juknis) pengadaan mobil siaga desa ternyata tidak membuat semuanya klir. Salah satunya terkait dengan merek kendaraan yang akan dibeli. Ada yang menganggap merek mobil antardesa boleh berbeda. Namun, ada pula yang bersikukuh 322 desa di Kota Delta harus membeli mobil dengan merek yang sama.
Sekretaris Daerah (Sekda) Sidoarjo Djoko Sartono menyatakan, pihaknya sudah menugaskan camat untuk memberikan sosialisasi ke desa. Para camat diminta menyarankan setiap desa untuk memilih merek kendaraan yang sama. ”Saya tidak mau tahu, pokoknya merek harus sama,” katanya kemarin (14/9).
Untuk menghapus keraguan yang masih muncul di kalangan kepala desa (Kades) dan perangkatnya, dia menyebut pemkab mendukung langkah desa yang akan bertemu dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo. Melalui komunikasi itu, diharapkan tumbuh kepercayaan diri dari para Kades.
Saat ini seluruh desa memang masih menunggu legal opinion (LO) dari kejari. Pendapat hukum tersebut diperlukan sebagai pegangan agar ke depan tidak ada persoalan hukum yang menjerat para Kades. Djoko memperkirakan, akhir bulan ini LO dari kejari sudah tuntas. ”Setelah itu, pengadaan kendaraan bisa langsung berjalan,” ujar pria 60 tahun itu.
Kemarin Forum Komunikasi Kepala Desa (FKKD) Sidoarjo berkunjung ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana (PMD P3A KB) Sidoarjo. Mereka meminta arahan mengenai Perbup No 41 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Keuangan Khusus Pengadaan Mobil Desa.
”Kami berdiskusi dan meminta penjelasan dari pemkab,” ujar Kepala Desa Cangkringturi, Kecamatan Prambon, Abdul Karim Darsono. FKKD, lanjut Abdul, juga telah mengagendakan untuk bersilaturahmi dengan Kejari Sidoarjo. Kunjungan ke Korps Adhyaksa itu sangat diperlukan. Para Kades ingin mendapatkan jaminan bahwa seluruh proses pengadaan mobil siaga desa tidak melanggar aspek hukum. Kejaksaan akan diminta mengeluarkan legal opinion (LO). ”Agar kami mantap dalam melangkah,” katanya.
Salah satu yang dikhawatirkan adalah penentuan merek mobil yang akan dibeli. Di satu sisi, pemkab mendorong mobil yang dibeli semua desa bermerek sama. Namun, kesamaan merek itu justru dikhawatirkan menimbulkan dugaan pelanggaran hukum. Sebab, proses pembelian dilakukan oleh masing-masing desa. Bukan diurus satu pintu oleh pemkab.
Kepala Dinas PMD P3A KB Sidoarjo Ali Imron mendukung rencana kepala desa untuk berkoordinasi dengan kejari. Dengan komunikasi tersebut, program yang sudah direncanakan sejak 2016 itu diharapkan bisa terealisasi.
Sebenarnya, dalam juknis, sudah dijelaskan tata cara pembelian mobil desa. Setelah membentuk tim pengadaan dan penerimaan, setiap desa dapat mengajukan permohonan pencairan dana kepada pemkab. Begitu anggaran Rp 202 juta turun, tim pengadaan dapat mengundang vendor mobil. Keputusan soal mobil yang akan dibeli berada di tangan tim pengadaan tersebut.
Merujuk alur itu, merek mobil yang dibeli setiap desa sangat mungkin berbeda. Sebab, juknis tidak menentukannya. Juknis hanya mengatur standar kendaraan. Misalnya, tipe minibus, warna silver, kapasitas mesin minimal 1.300 cc, jenis bahan bakar bensin, transmisi manual, dan minimal memiliki 7 tempat duduk.
Anggota Komisi A DPRD Sidoarjo Wisnu Pradono mengingatkan, pemkab tidak bisa memaksa merek kendaraan harus sama. Pasalnya, program itu merupakan kegiatan desa. ”Kami berencana menggelar hearing dengan dinas PMD P3A KB untuk memastikannya,” kata Wisnu. (aph/c6/pri)