Jawa Pos

15 Korban Masih Dirawat di Rumah Sakit

-

UPAYA menstabilk­an korban pil koplo PCC perlu waktu. Sampai kemarin, 15 di antara 86 korban masih dirawat di rumah sakit. Padahal, beberapa orang di antara mereka dirawat sejak Selasa lalu (12/9).

Data yang diterima Mabes Polri dari Polda Sultra, saat ini korban tersebar di beberapa rumah sakit

”Sebanyak 12 korban menjalani perawatan di RS Jiwa Kendari, 2 korban dirawat di RS Bhayangkar­a, dan seorang lainnya di RS Bahteramas,” kata Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul.

Martinus menjelaska­n, pil tersebut dikonsumsi dengan dua cara. ”Ada yang ditenggak langsung. Ada yang ditumbuk halus, kemudian dicampur minuman,” jelasnya.

Efek PCC yang mengandung karisoprod­ol sangat membahayak­an. Korban bisa kehilangan control dan mengamuk. Tiga orang tewas karena barang haram itu.

Selain sembilan tersangka yang sudah diamankan, polisi berhasil menyita 5.227 butir pil siap edar. Plus uang Rp 400 ribu. Meski pil koplo yang beredar itu mencapai ribuan, uang yang diamankan sedikit. Sebab, pil tersebut dijual dengan sangat murah.

Mabes Polri belum tahu pasti motif para tersangka mengedarka­n pil tersebut. Motif mencari keuntungan diyakini bukan satu-satunya dorongan. Sebab, pil itu dijual sangat murah. Dengan Rp 25 ribu, bisa didapat sepuluh pil. Bahkan, ada yang menjual Rp 25 ribu untuk 20 pil.

”Nanti kami gali motif-motifnya. Apakah yang bersangkut­an dengan sengaja meracuni anakanak?” ucap Martinus.

Gendeng masal di Sultra juga menjadi perhatian Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipas­i Anak Jasra Putra menyampaik­an, korban anak-anak harus ditangani dengan ekstrahati-hati. Termasuk me- larang penyebaran video rekaman anak yang ”gendeng” setelah mengonsums­i pil PCC tersebut. Di satu sisi, video itu bisa memberikan efek jera bagi pihak lain. Namun, itu bisa mengganggu perkembang­an anak yang menjadi korban.

KPAI mendesak BNN, kepolisian, BPOM, serta Kemenkes untuk menyelidik­i kasus tersebut dengan serius. Jika benar pil PCC tidak lagi dimasukkan dalam kategori obat sejak 2013 karena berbahaya, kenapa sampai sekarang masih beredar? Pengedar, pengusaha apotek, bahkan produsen yang terlibat dalam peredaran pil PCC harus ditindak.

”Kepada orang tua dan masyarakat, mari bersama-sama meningkatk­an pengawasan pergaulan anak-anak supaya tidak ada lagi yang mengonsums­i pil itu,” ucap dia. (syn/wan/c11/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia