Tamparan si Koplo
PUBLIK dibuat terkejut dengan berita dari Kendari. Puluhan orang, mayoritas anak dan remaja, dirawat di sejumlah RS. Termasuk RS Jiwa. Di antara korban, ada yang meninggal. Mereka overdosis dan berperilaku tidak lazim karena mengonsumsi pil koplo.
Awalnya, para bocah itu diduga mengonsumsi flakka. Nama terakhir itu momok narkoba terbaru di AS yang membuat penggunanya bertingkah tidak rasional, misalnya menabrakkan diri ke mobil atau berperilaku seperti zombie.
Namun, akhirnya diketahui ada satu sindikat yang berusaha mencari uang dengan cara meracun anak-anak. Mereka mengoplos beberapa jenis pil, terkadang juga menjual obat daftar G (obat yang harus diperoleh dengan menggunakan resep dokter, atau yang biasa disebut pil koplo, Red) langsung ke anak-anak.
Modusnya, mereka awalnya membagikan pil tersebut secara gratis kepada anak-anak. Namun, setelah kecanduan, bocah-bocah tersebut harus membelinya. Polisi memang sudah bertindak cepat.
Namun, tetap saja itu merupakan tamparan bagi kita semua. Juga sangat meresahkan orang tua. Mereka kini tidak yakin lagi mengenai keamanan anaknya di sekolah, atau dalam pergaulan di luar rumah. Apalagi, para sindikat tersebut dengan mudah masuk ke dunia bocah-bocah itu, membuatnya kecanduan, dan membahayakan jiwa anak-anak kita.
Itu menunjukkan bahwa ada yang salah pada sistem distribusi obat-obatan yang ada. Dari pengakuan para tersangka bisa dilihat bagaimana mereka dengan mudah mengakses obat tersebut dalam jumlah besar, mengoplosnya, kemudian menjualnya demi keuntungan yang tidak sedikit.
Langkah represif memang diperlukan. Tetapi, pemerintah tidak cukup hanya dengan menangkap tersangkanya, memproses siapa saja mata rantai distribusi obat daftar G yang bocor, dan menghukum apotek yang begitu mudah melayani pembelian obat tanpa resep. Sebab, itu hanya akan mengobati.
Yang paling penting ialah menciptakan sebuah sistem distribusi yang tidak memungkinkan obat daftar G diperjualbelikan secara bebas. (*)