Jawa Pos

Karyanya Pernah Diborong Orang Malaysia

- LATIFUL HABIBI, Ponorogo

Sosok Ahmad Choiri masih terlihat segar bugar. Meski usianya sudah memasuki masa-masa lanjut, dia tetap eksis sebagai pelukis.

TOKO di Jalan Raya Ponorogo–Solo 44, Kauman, itu tampak sepi. Tak ada aktivitas yang terlihat dari luar.

Di toko tersebut, beberapa kasur dijual. Di bagian lain, beberapa pakaian dipajang. Pintu toko yang terbuka menandakan ada orang di dalamnya.

Seorang perempuan berjilbab keluar setelah mendengar salam dari Jawa Pos Radar Ponorogo. Perempuan itu mempersila­kan wartawan koran ini masuk. Bagian depan rumah itu memang difungsika­n sebagai toko.

’’Tunggu sebentar, Mbah Kung masih di belakang,’’ kata perempuan itu.

Dalam ruang tamu rumah itu, ada beberapa kursi busa dan sofa. Di hampir semua sisi dinding ruang tamu terpajang lukisan. Yang paling besar adalah lukisan reog.

Dari pintu belakang, terlihat laki-laki tua berjalan. Dia adalah Ahmad Choiri, pelukis kawakan asli Ponorogo yang masih eksis. Choiri termasuk salah seorang pendiri sanggar Shor Zambou.

’’Saya mencoba menyampaik­an angan atau ide ke dalam sebuah wujud nyata, yakni lukisan,’’ ungkapnya mengawali cerita.

Laki-laki kelahiran Ponorogo 77 tahun silam itu belajar melukis secara otodidak. Sejak kecil dia memang suka menggambar. Alat yang digunakan seadanya, kadang kapu atau arang. Dia belum menggunaka­n cat minyak kala itu.

’’Saya juga mendirikan sanggar Shor Zambou pada 1973,’’ papar laki-laki yang hobi mancing tersebut.

Setelah itu, Choiri mulai aktif melukis. Dulu dia senang melukis tema human interest. Tentang berbagai aktivitas manusia. Semakin lama, bakat melukisnya semakin terasah.

Choiri lantas tergerak untuk melukis tema lain. Dia mengandalk­an apa yang dipikirkan­nya saat itu.

’’Biasanya lukisan simpel, tapi memiliki pesan kuat untuk disampaika­n kepada siapa pun yang melihatnya,’’ terang ayah Sugeng Hariyadi, ketua sanggar Shor Zambou, tersebut.

Hal itu masih dilakukan hingga sekarang. Jika dihitung, sudah puluhan karya yang dihasilkan Choiri.

Namanya pun tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga sampai ke negara tetangga. Maklum, Choiri juga sering mengikuti pameran lukisan bersama teman-temannya dari sanggar Shor Zambou.

Dia mengungkap­kan, lukisannya pernah dibeli warga Australia Rp 1,5 juta pada 1995. Selain itu, sekitar sepuluh karyanya pernah diborong orang Malaysia. ’’ Tahunnya saya lupa. Tapi, hampir bersamaan kok dengan orang Australia itu,’’ ujarnya.

Sekarang Choiri masih aktif melukis, tapi tidak sesering dulu. Biasanya, dia diminta melukis oleh para seniman muda Ponorogo. Terutama saat akan ada pameran lukisan.

Saat melukis, dia tidak bisa cepat. Bergantung mood dan angan-angan. Tidak berarti kemampuann­ya semakin menurun. Sebab, saat menerima pesanan, Choiri selalu menyelesai­kannya tepat waktu.

’’Kalau pesanan, biasanya seminggu selesai. Tapi, untuk sendiri, ya sukasuka. Paling kalau pas longgar baru melukis,’’ ujarnya.

Sebenarnya dia masih bersemanga­t melukis. Buktinya, semua peralatann­ya masih lengkap. Sayang, Choiri tidak memiliki kolektor. Karyanya pun kadang hanya dipajang sendiri di rumah.

Jika saja di Ponorogo ada kolektor lukisan yang mau menampung karyanya, Choiri bakal semakin bersemanga­t. Maklum, melukis juga membutuhka­n biaya. Jika lukisan hanya dipajang sendiri, tidak ada biaya yang bisa diputar. (*/irw/c5/diq)

 ?? LATIFUL HABIBI/JAWA POS RADAR PONOROGO ?? TERUS BERKARYA: Ahmad Choiri saat ditemui di rumahnya kemarin.
LATIFUL HABIBI/JAWA POS RADAR PONOROGO TERUS BERKARYA: Ahmad Choiri saat ditemui di rumahnya kemarin.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia