Jaringan Mucikari Tiarap
SURABAYA – Langkah polisi untuk membongkar jaringan prostitusi anak yang dioperasikan secara online menemui sandungan. Enam germo lain yang diduga masuk jaringan dua tersangka terdahulu, Ayu Sriwulan dan Putri Febria Anita, mulai tiarap.
Hal itu diungkapkan Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Rama S. Putra. Menurut dia, saat ini penyidik mulai sulit mendeteksi enam orang yang diduga terkait dengan jaringan Ayu dan Putri itu.
Kendati penyidik sudah mengetahui nama para mucikari tersebut, handphone (HP) enam orang itu sudah dimatikan. ”Setelah pengungkapan kedua, HP mereka langsung dimatikan,” ujarnya kemarin (15/9).
Mata-mata yang dipasang untuk masuk ke jaringan itu pun sulit menghubungi mereka lagi. Terakhir, salah seorang germo yang bernama Lipi mengaku sudah tidak menerima order lagi
Rama menduga mereka curiga dan khawatir akan menjadi target polisi selanjutnya. ” Telepon genggamnya sudah mati semua. Tidak bisa dihubungi,” jelasnya.
Masa cooling down itu diperkirakan cukup lama. Minimal satu bulan. Sebelum mereka mulai buka praktik lagi.
Pria dari Medaeng, Sidoarjo, itu juga menduga germo tersebut melarikan diri ke luar kota. Sebab, rumah mereka sudah kosong.
Dia belum bisa memastikan apakah para germo tersebut punya jaringan di luar kota. Sebab, selama penyelidikan, mereka hanya beroperasi di Surabaya. Ketika dipancing ke luar kota, mereka menolak. Mereka beralasan terlalu jauh.
Kini polisi terus melengkapi berkas perkara. Polisi lulusan Akpol angkatan 2000 itu yakin bahwa pemberkasan akan rampung dalam waktu dekat. Dia menargetkan, minggu depan berkas sudah bisa dilimpahkan ke kejaksaan. ”SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, Red) sudah kami limpahkan,” terangnya.
Dirkrimum Polda Jatim Kombespol Agung Yudha Wibowo menyatakan akan memberikan layanan terbaik untuk para korban. Apalagi, sebagian besar korban masih anak-anak. Diperlukan penanganan khusus untuk mereka. ”Baik untuk pelaku maupun korban yang masih anakanak, memang ada penanganan khusus,” jelasnya.
Dia pun meminta penyidik berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mendampingi korban. Rencananya, para korban ditempatkan di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim. ”Akan ada trauma healing untuk mengembalikan kondisi korban,” jelasnya.
Prosesnya akan berlangsung selama 14 hari. Selanjutnya, para korban bisa menjalani pemulihan lanjutan di rumah aman milik pemerintah maupun yayasan. ” Yang penting, anak-anak bisa kembali dan tidak memicu lainnya,” ucap dia.
Senada dengan Agung, Direktur Yayasan Embun Yoris M. Lato mengakui pentingnya rehabilitasi untuk anak korban kekerasan. Rehabilitasi tersebut harus dilakukan secara menyeluruh. Baik secara fisik, psikis, sosial, pendidikan, maupun pendampingan hukum. Secara fisik, pada anak yang pernah berhubungan seks, perlu dilihat kesehatan organ reproduksinya. ”Ini penting untuk memastikan apakah anak hamil atau ada penyakit yang menjangkit,” jelasnya.
Dari segi psikis, harus diberikan pemahaman agar anak lebih menghargai tubuh. Sebab, selama ini mereka sudah melihat tubuhnya sebagai komoditas yang bisa ditukarkan dengan uang.
Selain itu, anak harus diberi nilai positif. Dengan begitu, bisa dibangun konsep diri yang positif. ”Harus ditekankan bahwa dia mampu untuk berbuat lebih baik,” urainya.
Hak untuk mendapatkan pendidikan juga harus dikembalikan. Tidak ada alasan bagi sekolah untuk menolak anak yang pernah menjadi korban kejahatan. Termasuk membedakan anak yang masih perawan dengan yang tidak. Proses hukumnya juga harus diselesaikan dengan cepat dan baik. ”Tunjukkan kalau korban tersebut dibela dengan baik,” tuturnya.
Untuk itu, assessment yang dilakukan harus lengkap, detail. Tujuannya, anak mendapatkan penanganan yang pas. Penanganan korban anak harus berdasar individunya, bukan kasusnya. ” Tidak bisa digebyah uyah karena masing-masing anak itu unik,” terangnya.
Terakhir, yang tidak kalah penting adalah penanganan pascarehabilitasi. Korban anak harus dikembalikan ke lingkungan yang benar-benar siap menerima. Selain itu, anak harus dijauhkan dari stigma.
Karena itu, dibutuhkan monitoring dan evaluasi. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan tatap muka atau telepon secara periodik. Masyarakat harus diyakinkan untuk bisa membantu anak tersebut. Termasuk bagaimana menerima anak yang menjadi korban. ”Selama ini orang masih melihat dari perspektif pelaku,” jelasnya. Giatkan Konseling Di sisi lain, kasus itu juga mendapat perhatian Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya Ikhsan. Saat ini dispendik langsung menggiatkan lagi kegiatankegiatan konseling yang sudah ada di sekolah. ”Kami akan melibatkan konselor sebaya,” katanya saat ditemui setelah pengukuhan kepala sekolah di Graha Sawunggaling, Pemkot Surabaya.
Menurut dia, anak- anak memiliki karakter lebih mudah bercerita tentang masalah pribadi dengan teman sebaya. Dari curhat antarteman sekolah, justru akan diketahui permasalahan siswa yang bisa ditindaklanjuti. ” Konselor sebaya ini akan mendiskusikan permasalahan siswa dengan guru bimbingan konseling (BK),” ujarnya.
Dia menambahkan, dispendik juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli anak dan psikolog anak untuk membantu pendampingan anakanak yang bermasalah. Upaya tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kenakalan remaja. ”Kami akan lebih gencarkan lagi konselor sebaya,” katanya.
Ikhsan menuturkan, upaya untuk mengatasi permasalahan remaja juga dilakukan melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). Ada pula Kampung Arek Surabaya dan Kampung Pendidikan. Semua gerakan tersebut bertujuan mengantisipasi masalah remaja. ”Banyak juga pihak yang fokus kepada masalah anak-anak,” ujarnya.
Dispendik pun bekerja sama dengan Diskominfo untuk datang ke sekolah-sekolah dalam rangka menyidak gadget milik anak-anak. Operasi tersebut rutin dilakukan. Tujuannya, mencegah anak-anak menyalahgunakan fungsi gadget. ”Orang tua juga memiliki peran yang penting,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Tri Rismaharini mengatakan masih akan menemui Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Surabaya Nanis Chaerani. Dia ingin menanyakan langsung kasus prostitusi anak melalui online secara detail. ”Saya masih belum bisa berbicara banyak,” ujarnya.
Risma menuturkan, belajar dari kasus itu, peran orang tua sangatlah penting. Dia meminta seluruh orang tua di Surabaya secara bersama-sama melindungi anakanak dari kenakalan remaja. Baik masalah narkoba maupun seks bebas. ”Kontrol orang tua sangat penting. Jangan sampai anak diberi kebebasan tanpa pengawasan,” tegas dia. (aji/ayu/c11/dos)