Jawa Pos

Buru Otak Pembunuhan

Polisi Petakan Lokasi Persembuny­ian Pelaku

-

SURABAYA – Tugas polisi untuk mengungkap pembunuhan Suwatik belum sepenuhnya tuntas. Sebab, mereka masih harus menangkap AN yang ditengarai sebagai otak pembunuhan perempuan pemilik warung kopi itu. Identitas AN sudah dikantongi penyidik.

Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Leonard Sinambela optimistis kasus tersebut akan selesai. Anggotanya sudah bergerak untuk mencari AN. ’’Dia adalah otak pencurian yang mengakibat­kan terbunuhny­a Suwatik,’’ ujarnya kemarin (15/9).

Perwira yang akrab disapa Leo tersebut menegaskan, saat ini tim khusus satreskrim memetakan lokasi persembuny­ian pelaku. Sebab, petugas belum memiliki lokasi pasti tempat AN berada.

Mengenai motif pembunuhan, Leo tidak mengubah penjelasan sebelumnya. Dia bersikukuh menyatakan bahwa kasus tersebut berawal dari perampasan. Suwatik merupakan sasaran empuk para pelaku. ’’Wanita tua, memiliki perhiasan, dan tinggal sendiri,’’ jelas perwira dengan dua melati di pundak tersebut.

Warung Suwatik selalu ramai karena lokasinya sangat strategis. Selain itu, Suwatik memiliki sifat grapyak. ’’Makanya, pelaku membutuhka­n waktu yang lama untuk melakukan perencanaa­n,’’ kata mantan Wakasatres­koba Polrestabe­s Surabaya tersebut.

Leo berjanji menangkap AN secepatnya. Penyidik tidak bermaksud mengulur- ulur kasus tersebut. ’’Anggota kami masih berada di lapangan, mohon beri kami waktu,’’ tegas alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2000 tersebut.

AN adalah pelaku ketiga yang diburu polisi. Sebelumnya polisi menangkap M. Rifa’i dan Arma Widiantoro. Keduanya ditangkap di dua tempat berbeda, Surabaya dan Tuban. Mereka ditangkap setelah polisi melakukan penyelidik­an selama lebih dari dua minggu.

Rifa’i sebenarnya tertangkap pada Selasa dini hari (12/9). Hal tersebut diakui saksi kunci, Ambon. Saat itu dia diminta polisi untuk berangkat ke sebuah tempat rahasia di kawasan Surabaya Pusat. Tujuannya, memastikan saksi kunci untuk mengenali wajah pelaku.

Sepulang kerja pukul 00.30 Ambon bersama seorang rekannya berangkat ke tengah kota dari Lakarsantr­i. Setiba di tempat rahasia itu, dia langsung diarahkan polisi untuk menuju sebuah ruangan. Seorang pria muda duduk di kursi besi berspons biru. Dia mengenakan kaus oblong V-neck merah dan bercelana jins hitam.

Ambon bergeming melihat pria itu. Padahal, dia adalah Rifa’i. Polisi heran melihat tingkah Ambon. Dia tampak tidak mengenali Rifa’i. Ternyata, Ambon hanya niteni gaya rambut Rifa’i. Seingatnya, rambut Rifa’i agak gondrong, berponi, dan dibelah ke samping. ’’Ternyata, dia (pelaku, Red) habis potong rambut. Ya agak bingung saya,’’ ucapnya.

Namun, setelah mengamati wajahnya, Ambon bisa mengenali Rifa’i. Matanya agak sipit dan berkulit kuning langsat. Polisi pun puas dengan hasil tangkapann­ya malam itu. Sebab, saksi kunci sudah memastikan bahwa pria itu adalah Rifa’i.

Saat Jawa Pos menyodorka­n foto wajah Rifa’i ke sejumlah warga di sekitar Warung Melek milik almarhumah Suwatik, mereka mengaku pernah melihatnya. Wajah Rifa’i dikenali beberapa warga yang pernah ngopi di warung tersebut. Erik, misalnya. Dia menyatakan pernah melihat Rifa’i nyangkruk di warung itu sembari mengisap rokok. ’’Ya Mas, anak ini memang pernah saya lihat,’’ tegasnya.

Bahkan, sejumlah deskripsi dari Ambon dan warga lainnya cocok. Ambon pernah mengatakan kepada Jawa Pos bahwa orang yang terakhir bersama Mami (sapaan Suwatik) itu berasal dari Kediri. Saat itu orang tersebut mencari kos.

Rifa’i memang berasal dari Kediri. Namun, mencari kos hanya alasannya. Sebab, saat itu dia menggambar alias memetakan kondisi korban dan situasi sekitar. (mir/bin/c15/fal)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia