Sesi Komunikasi Sering Jadi Problem
Ejekan Bikin ABK Tidak Pede
SURABAYA – Tugas sebagai orang tua merupakan tanggung jawab yang luar biasa. Apalagi jika mendapat amanah anak-anak special needs. Dibutuhkan kesabaran dan perhatian lebih agar anakanak istimewa itu bisa tumbuh dan berkembang mendekati anak normal.
”Komunikasi menjadi salah satu masalah yang sering muncul. Karena itu, orang tua perlu membantu anak untuk bisa meningkatkan kemampuannya,” ujar Meiske Y. Suparman MPsi dalam acara Family Health Forum di Aula Jati Asih, YPAC Surabaya, kemarin (15/9). Masalah-masalah tersebut bisa berasal dari berbagai pihak. Jika dari diri sendiri, masalah itu memang sudah menjadi bawaan. Misalnya, mereka yang terlahir dengan kesulitan bicara akibat kelemahan otot leher.
Masalah lain bisa berasal dari lingkungan keluarga. Orang tua jarang mengajaknya bicara. Ketika anak berusaha bicara dan melakukan kesalahan ucap, justru dicela. Begitu pula ketika mereka berbicara kasar.
Padahal, anak berkebutuhan khusus (ABK), terutama tunagrahita, merupakan penjiplak yang begitu lihai. Apa yang didengar dan dilihat bisa langsung ditirukan. Bisa jadi katakata yang mereka ucapkan justru meniru apa yang pernah diucapkan orang tua.
Lingkungan masyarakat bisa menjadi salah satu sumber masalah komunikasi pada anak. Bisa jadi ketika berada di lingkungan keluarga, anak telah mampu berkomunikasi dengan baik. Tetapi, ketika mereka berada di luar rumah, baik sekolah maupun masyarakat, terjadi gesekan sehingga membuatnya tidak mampu berkomunikasi. Misalnya, muncul celaan atau ejekan yang membuat kepercayaan diri ABK turun. Lantas, bagaimana caranya berkomunikasi dengan anak tunagrahita? ” Yang paling mudah adalah melakukan pendekatan melalui apa yang mereka sukai,” kata relawan di SoIna (organisasi yang menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olahraga bagi warga tunagrahita di Indonesia) tersebut. Selain itu, kepekaan orang tua menjadi kunci. Ayah dan bunda hendaknya ber us a ha selalu menggunakan katakata positif yang mudah dimengerti.
Penggunaan alat bantu peraga ikut membantu proses komunikasi. Misalnya, dengan mainan atau bahan bacaan. Jika perhatian anak teralihkan atau tidak mau menjawab, ulangi terus dengan cara yang tidak menyudutkan. Bisa juga dengan sedikit memberikan sentuhan di bahu untuk menarik perhatian mereka.
” Yang penting sabar. Jangan sampai emosi terpancing. Harus lebih paham dengan kondisi anak. Pertimbangkan keterbatasan yang mereka miliki,” sambung Meiske.
Meski begitu, marah dan hukuman sesekali boleh diberikan. Terutama jika kesalahan yang dilakukan sudah keterlaluan. Hal itu bertujuan untuk mengajarkan anak membedakan hal positif dan negatif.
Ita Indrayani, orang tua, membagikan cerita cara berkomunikasi dengan putranya, Vicky Zidan Raynata, penyandang down syndrome. Film favorit dipilih sebagai media untuk membuatnya mau berkomunikasi.
Dukungan keluarga membuat Vicky lancar berkomunikasi seperti sekarang. ”Jangan lupa untuk melakukan penegasan. Bukan marah lho ya,” ujarnya. Kebetulan, lanjut dia, Vicky itu jahil. ”Jadi, kalau enggak dikasih penekanan, kalau dia enggak mood, ya enggak didengerin,” tambah Ita. (dwi/c6/nda)