Jawa Pos

Roy-Mamek Datang untuk Mengubur Duri

Seret Peti Mati Jakarta–Pemalang

-

SURABAYA – ’’Saya datang bukan untuk menghibur diri. Saya datang untuk mengubur duri.’’ Kalimat tersebut merupakan cuplikan dialog pementasan teater Fermentasi Hujan dalam Sepatu di Gedung Seni Pertunjuka­n Sawunggali­ng Universita­s Negeri Surabaya tadi malam (23/9). Teater tersebut dipentaska­n setelah dua seniman, Roy Julian, 40, dan Slamet Riyadi, 38, melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki sambil menyeret peti mati dari Jakarta hingga Pemalang. Aksi mereka itu disebut migrasi peti mati. Roy dan Mamek – sapaan akrab Slamet Riyadi– memang seniman nekat. Aksi tersebut dilakukan sebagai pelampiasa­n kegelisaha­n Roy saat orang-orang terdekatny­a menjemput ajal. ”Ibu mengembusk­an napas terakhir di pelukan saya. Di tangan saya sendiri,” kenangnya. Perasaan tersebut membuat dia mengerti akan ajal yang bisa menjemput setiap waktu. Hal itu disimbolka­n dengan peti mati. Salah seorang seniman Kantor Teater Jakarta tersebut kemudian mengutarak­an keinginann­ya untuk melakukan perjalanan dengan menyeret peti mati kepada Mamek. Kebetulan, ayah Mamek, Muhammad Sidiq, adalah tukang kayu. Lantas, Roy memesan peti berukuran 190 cm x 90 cm. Tingginya 60 cm. Beberapa hari kemudian, sebuah peti mati yang terbuat dari tripleks dengan rangka kayu itu pun jadi. ”Ada ketakutan luar biasa dari dalam hati kami. Namun, sama-sama tidak diungkapka­n. Tapi, akan sangat bahaya jika kami tidak jadi melakukan perjalanan hanya karena keraguan itu,” ujar Mamek saat ditemui sebelum pementasan.

Setelah siap, peti mati diisi dengan delapan setel baju, air minum, empat pasang sandal jepit, makanan ringan, dan berbagai kebutuhan selama di perjalanan. Perjalanan dimulai Jumat (1/9) setelah asar. Mereka melewati jalur pantura menuju Surabaya.

Aksi mereka tentu menjadi tontonan masyarakat. Juga kecurigaan petugas. ”Kami bebe rapa kali dihentikan polisi. Mereka memeriksa isi peti tersebut,” kata Mamek. Hal itu membuat Roy dan Mamek harus menjelaska­n berkali-kali tentang maksud aksi teatrikal tersebut.

Sesampainy­a di Indramayu, ada salah seorang wartawan yang mewawancar­ai mereka. Dengan begitu, keesokan harinya, berita tentang mereka yang terbit di koran bisa digunakan sebagai surat jalan. Setidaknya, mereka tak susahsusah menjelaska­n jika ditanya polisi. Cukup tunjukkan koran.

Panjangnya perjalanan seakan menjadi refleksi kehidupan. Panasnya aspal jalan menghabisk­an dua pasang sandal jepit yang mereka kenakan. Sebelumnya, Roy dan Mamek melakukan perjalanan dengan sepatu kets. ”Semakin lama kok sakit. Lagi pula, sayang juga sepatunya. Nanti mau dibuat perform sesampainy­a di Surabaya,” kata Roy.

Bahkan, sesekali Roy juga menjajal berjalan tanpa alas kaki. Nyeker. ” Nggak betah karena ada jalan yang sedang diperbaiki. Jadi, kami tak sengaja

nginjek aspal meleleh,” lanjutnya. Akibatnya, bekas aspal tersebut membuat kaki mereka menghitam hingga seminggu.

Dalam perjalanan, Roy dan Mamek beristirah­at dan tidur di masjid atau pom bensin. Jalan kaki dimulai setelah subuh. Kemudian, mereka beristirah­at sekitar pukul 12.00 atau saat duhur hingga asar. Setelah itu, mereka kembali berjalan mulai sore menjelang malam. ”Setelah salat Isya, kami jalan secapeknya,” lanjut Roy.

Pertunjuka­n Fermentasi Hujan dalam Sepatu dipentaska­n selama 45 menit. Pertunjuka­n nonsutrada­ra tersebut dimainkan dengan ide, konsep, dan naskah karangan Roy. ”Kami sudah hafal naskahnya. Blocking- nya spontan saja,” terang Mamek.

Bak memakai logika pemain bola atau petinju, naskah diaplikasi­kan di atas panggung. Dengan demikian, kedua pemain harus memiliki perasaan yang klik supaya kompak. ”Pendekatan ini sama dengan menghadapi kenyataan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi dua atau tiga jam ke depan,” lanjut Roy.

Pentas teater itu merefleksi­kan perjalanan hidup manusia. Sepatu merupakan simbol perjalanan hidup. Sepatu yang terkena air akan menyebabka­n kaki penggunany­a bau. Bau tersebut akan sangat cepat merangsang orangorang di sekitarnya. Tentu saja, tidak ada yang suka dengan bau itu. Yang tidak suka akan menjauh. Begitu juga manusia, jika sudah tercium bau atau aib, mereka akan dijauhi.

Setelah ditampilka­n di Surabaya, teater itu dipentaska­n di berbagai kota lain. Di antaranya, Cirebon dan Tegal.

(esa/c7/ano)

 ??  ?? TEATRIKAL: Roy Julian (berdiri) dan Slamet Riyadi saat menampilka­n pementasan teater Fermentasi Hujan dalam Sepatu di Unesa tadi malam. LONG MARCH: Roy dan Mamek ketika menyeret peti mati di Tegal beberapa waktu lalu.
TEATRIKAL: Roy Julian (berdiri) dan Slamet Riyadi saat menampilka­n pementasan teater Fermentasi Hujan dalam Sepatu di Unesa tadi malam. LONG MARCH: Roy dan Mamek ketika menyeret peti mati di Tegal beberapa waktu lalu.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia