Jawa Pos

Puluhan Pejabat Publik Jadi Pejabat di Klub

Klub Rawan Menjadi Tempat Menampung Uang Hasil Korupsi

-

JAKARTA – Tertangkap­nya Tubagus Iman Ariyadi membuka tabir buruknya pengelolaa­n klub sepak bola profesiona­l tanah air. Dana hibah kepada klub sepak bola bisa menjadi modus korupsi

Hal itu bisa terjadi karena banyak klub sepak bola yang dipimpin pejabat publik.

KPK menangkap Iman Ariyadi Sabtu (23/9). Iman ditetapkan seba gai tersangka dugaan suap reko mendasi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembanguna­n Transmart di kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC).

Dalam perkara itu, KPK mengamanka­n uang tunai Rp 1,152 miliar. Uang tersebut dibuat seolaholah diberikan untuk Cilegon United. Klub sepak bola yang kini berlaga di babak 16 besar Liga 2 itu merupakan binaan Iman. KIEC menjadi salah satu sponsor Cilegon United yang mendanai kebutuhan operasiona­l tim.

Nah, ternyata ada puluhan pejabat publik yang menjadi pengelola klub sepak bola. Berdasar data SaveOurSoc­cer (SOS), ada 48 pejabat publik yang menjadi petinggi di klub sepak bola. Ada yang menjadi ketua umum, pembina, direktur, maupun jabatan lain

Koordinato­r SOS, Akmal Marahali mengungkap­kan bahwa, ada banyak faktor yang mengakibat­kan fenomena masifnya pejabat negara menjadi pengurus klub sepak bola profesiona­l tanah air. ”Karena klub sepak bola masih dijadikan kendaraan politik untuk mempertaha­nkan dan memperpanj­ang kekuasaan. Kasus di Cilegon United adalah contohnya,” kata Akmal.

Meski tidak ada larangan penyelengg­ara negara menjadi pengurus klub sepak bola nasional, fenomena tersebut tentu berpotensi membuka ruang terjadinya konflik kepentinga­n ( conflict of interest).

Pengamat sepak bola nasional Anton Sanjoyo menyatakan, kepentinga­n tersebut sangat mungkin terjadi bila klub tidak dikelola secara profesiona­l. ’’Apalagi di daerah, mekanisme hibah masih berlaku,’’ ujar Joy –sapaan Anton Sanjoyo– saat dihubungi Jawa Pos kemarin (24/9).

Dia mengungkap­kan, saat ini tidak banyak klub sepak bola yang me- manage keuangan mereka secara profesiona­l. Di Liga 1, misalnya, sejauh ini baru manajemen Persib Bandung yang benar-benar sudah profesiona­l. ’’Tidak lebih dari lima yang profesiona­l di Liga 1,’’ imbuhnya.

Joy menjelaska­n, parameter manajemen klub profesiona­l itu bisa dilihat dari cara mereka mengelola pemasukan dan pengeluara­n tim. Misalnya, manajemen mengurus pemasukan dari pen- jualan tiket dan merchandis­e dengan baik untuk membayar gaji pemain serta ofisial. Di dunia industri sepak bola, tim profesiona­l cenderung lebih banyak dikelola pihak swasta.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono mengatakan, tidak ada regulasi dari FIFA (Federasi Sepak Bola Internasio­nal) dan Statuta PSSI yang secara spesifik melarang pejabat atau penyelengg­ara negara dalam kepengurus­an klub profesiona­l. ”Sepak bola dan PSSI pada prinsipnya tidak bisa menutup diri,” kata Joko.

Menurut dia, yang bisa melarang para pejabat negara melakukan rangkap jabatan menjadi pengurus klub profesiona­l, adalah instansi mereka sendiri. Dia lantas mencontohk­an Undang Undang Sistem Keolaharga­an Nasional No. 3 Tahun 2005 yang melaran pejabat publik merangkap jabatan Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

Nah, terkait temuan KPK tentang adanya pencucian uang hasil korupsi di sepak bola tanah air, Joko secara tegas mengatakan PSSI akan melakukan pencegahan hal itu. ”PSSI juga tidak membenarka­n adanya uang dari hasil kriminal yang bisa berputar di sepak bola tanah air,” tegasnya. (tyo/ ben/c5/ang)

 ?? ERIE DINI/JAWA POS ??
ERIE DINI/JAWA POS
 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ?? Tubagus Iman Ariyadi
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS Tubagus Iman Ariyadi
 ?? MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS ?? Ahmad Dita Prawira
MIFTAHULHA­YAT/JAWA POS Ahmad Dita Prawira

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia