Jawa Pos

Partai Wajib Usung Calon Berintegri­tas

Pilkada Dibiayai Negara, Korupsi Masih Marak

-

JAKARTA – Kasus penangkapa­n kepala daerah yang diduga melakukan praktik korupsi belum juga berhenti. Banyak pihak menilai biaya politik yang mahal saat pilkada sebagai salah satu penyebab maraknya perilaku ”balik modal” yang dilakukan kepala daerah.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, di era pemerintah­annya, upaya untuk mengurangi biaya pilkada sudah dilakukan. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Pilkada yang digunakan dalam pilkada 2015 dan 2017. ”Pembenahan sistem sudah terusmener­us dilakukan, di antaranya mengurangi pilkada biaya tinggi,” ujarnya kemarin (24/9).

Dalam UU Pilkada, baik di UU 8/2015 maupun UU 10/2016, penguranga­n biaya pilkada memang banyak dilakukan. Yang paling mencolok adalah dibebankan­nya biaya kampanye kepada negara. Mulai untuk pencetakan baliho hingga iklan di media massa.

Selain itu, pengetatan dilakukan dengan menaikkan hukuman bagi pelaku politik uang ( money politics). Pasangan calon yang melakukan politik transaksio­nal tersebut bisa diberi hukuman administra­si berupa pembatalan pencalonan. Hal itu diharapkan bisa mengurangi praktik politik uang yang membuat pilkada berbiaya tinggi.

Tjahjo menjelaska­n, peran kunci justru dipegang partai politik (parpol) saat masa pencalonan. Karena itu, dia meminta parpol mengusung kepala daerah yang memiliki integritas dan komitmen antikorups­i yang kuat. Menurut Tjahjo, belum semua parpol mengakomod­asi hal tersebut. ”Belum sepenuhnya. Namun, upaya ke arah rekrutmen sudah mulai dilakukan dengan adanya psikotes, sekolah partai, dan diklat calon,” imbuhnya.

Pernyataan senada disampaika­n Komisioner KPU Viryan. Menurut dia, parpol memiliki peran strategis untuk menyeleksi calon kepala daerah yang baik. ”Calon kepala daerah itu ranah dia (parpol) sebagai peserta pemilu. Domainnya di dua kelompok, partai politik dan publik yang memberikan dukungan ke seseorang,” terangnya.

Sementara itu, penyelengg­ara hanya bertugas memastikan proses pemilihan berjalan sesuai dan demokratis. Kalaupun ada upaya terkait integritas, hal tersebut hanya bisa dilakukan berdasar prosedur administra­tif yang digariskan UU. Misalnya, calon wajib menyertaka­n laporan harta kekayaanny­a. ”Soal dapat dari mana kekayaan, itu kan (domain) lembaga lain,” tambahnya.

Seperti diketahui, operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat kepala daerah terus terjadi. Dalam sebulan terakhir, sudah ada empat kasus. Mulai Wali Kota Tegal Siti Masitha, Bupati Batu Bara Arya Zulkarnaen, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dan terbaru Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi yang diciduk KPK Sabtu lalu (23/9).

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengaku prihatin dan mendesak dilakukann­ya perbaikan sistem dalam pilkada langsung. ”Sistem pilkada langsung ini sebaiknya dikaji lagi agar bagaimana caranya lebih banyak orang baik yang bisa maju. Sehingga hasilnya terpilih calon yang bersih dan berkualita­s,” tuturnya.

Menurut dia, sistem yang ada saat ini menghabisk­an biaya yang besar dalam berkompeti­si. Zulkifli meminta dalam pilkada jangan semuanya dinilai dengan uang. ”Sudah banyak contoh bagaimana calon yang uangnya lebih sedikit, tapi bisa menang. Intinya, dalam pilkada jangan segalanya dinilai hanya karena uang,” tegasnya.

Rangkaian OTT saat ini harus menjadi momentum evaluasi. Dia berharap OTT yang dilakukan KPK memberikan efek jera agar kejadian yang sama tidak terulang. (far/bay/c9/agm)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia