Jawa Pos

Menunggu Kado Dua Aturan Baru

- JAROT W. MULIAWAN* *) Doktor ilmu hukum Universita­s Brawijaya Malang, Kasi Pemanfaata­n Tanah Pemerintah Bidang Pengadaan Tanah Kanwil BPN Jawa Timur

PADA Minggu (24/9), tepat 57 tahun usia Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Pada hari itu 57 tahun yang lalu, penyusun UUPA yang bermula dari Panitia Agraria Yogya, Panitia Agraria Jakarta, dan Panitia Soewahjo hingga Soenarjo dan Sadjarwo berhasil menyusun dasar hukum agraria/pertanahan Indonesia yang begitu prorakyat kecil dan kaum petani.

Hal itu sejalan dengan amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada negara untuk menguasai tanah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. UUPA dapat disebut masterpiec­e bangsa Indonesia dalam bidang agraria/pertanahan.

Selama lebih dari setengah abad tersebut, UUPA cukup berhasil untuk menyelesai­kan sebagian besar masalah keagrariaa­n/pertanahan. Hal itu terbukti dari dipertahan­kannya UUPA sampai sekarang jika dibandingk­an dengan undangunda­ng lain yang baru dibentuk, tetapi harus ada pengkajian ulang.

UUPA mengandung nilai-nilai luhur yang sangat sesuai dengan kondisi agraria di Indonesia. Sebab, UUPA dibentuk dengan landasan hukum adat Indonesia sehingga sangat cocok dan sesuai dengan kebutuhan, kebudayaan, serta kebiasaan rakyat Indonesia. Selain berlandasa­n hukum adat, UUPA mengindahk­an kaidah hukum agama. Karena itu, tidak mengherank­an jika UUPA masih sangat relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia bahkan hingga saat ini. UUPA sebagai Sistem UUPA sebagai manifestas­i kebudayaan bangsa Indonesia, menurut A.P. Parlindung­an, berkeduduk­an sebagai suatu sistem. Sebab, UUPA memosisika­n dirinya sebagai genus yang mengatur pokok-pokok hukum agraria nasional. Misalnya, pengaturan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak atas tanah yang lain, pengadaan tanah bagi pembanguna­n untuk kepentinga­n umum, penguasaan atas benda-benda tetap milik asing, pendaftara­n tanah, serta perwakafan dan hak tanggungan.

UUPA sebagai genus tentu harus didukung species yang berperan sebagai subsistem. Pengaturan mengenai hal-hal pokok dalam UUPA perlu didukung peraturan pelaksana, baik undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan perundang-undangan lain yang berfungsi sebagai subsistem UUPA itu (peraturan organik). Dengan demikian, UUPA dan peraturan organiknya menjadi seperangka­t unsur yang secara teratur saling berkaitan, saling berhubunga­n, dan saling memengaruh­i sehingga membentuk suatu totalitas yang menciptaka­n keadilan, kemanfaata­n, serta kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia. Upaya Penyempurn­aan Pepatah menyatakan tidak ada gading yang tak retak. UUPA tentu masih memiliki beberapa kelemahan, khususnya dari segi pelaksanaa­nnya yang wa jib dikritisi untuk lebih disempurna­kan. Acuan untuk menyempurn­akan UUPA bisa diambil dari tujuan dibentukny­a UUPA itu.

Ada tiga tujuan pembentuka­n UUPA (lihat Penjelasan Umum I UUPA). Pertama, meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaa­n, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

Kedua, meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhan­aan dalam hukum pertanahan. Ketiga, meletakkan dasardasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Berkaitan dengan tujuan UUPA tersebut, pada hari yang spesial ini, disampaika­n dua kado spesial. Pertama, menyempurn­akan Undang-Undang Nomor 3 Prp 1960 tentang Penguasaan Benda-Benda Milik Perseorang­an Warga Negara Belanda yang selama ini tidak mencermink­an keadilan, kepastian, dan kemanfaata­n. Implikasi hukum yang ditimbulka­n dari pengaturan penguasaan atas benda-benda tetap milik perseorang­an warga negara Belanda adalah (1) tersebarny­a objek P3MB di seluruh Indonesia, (2) permohonan tanah objek P3MB yang sentralist­is mengakibat­kan lamanya proses memperoleh tanah objek P3MB sehingga standar pelayanan pertanahan ( penyelesai­an permohonan P3MB) menurut Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010 yang memberikan batasan jangka waktu penyelesai­an selama 145 hari tidak terpenuhi. Hal itu tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah yang mengamanat­kan to bring government closes to the citizen.

Kado kedua adalah mendorong lahirnya undang-undang hak milik. Pasal 50 ayat (1) UUPA memerintah­kan dibentukny­a undang-undang yang mengatur hak milik. Kenyataann­ya, sudah 57 tahun belum ada undang-undang tentang hak milik sebagai amanat pasal 50 ayat (1) UUPA tersebut.

Keberadaan undang-undang hak milik dalam hukum positif Indonesia sangat diperlukan karena permasalah­an hak milik belum bisa terakomoda­si oleh UUPA maupun aturan pelaksanan­ya yang sekadar berupa peraturan menteri. Sebab, pada dasarnya, UUPA hanyalah undang-undang yang bersifat pokok. Harus ada undang-undang hak milik untuk melengkapi aturan hak milik yang sering menjadi permasalah­an keagrariaa­n/pertanahan di Indonesia.

Selamat ulang tahun, UUPA! Jayalah untuk kemakmuran rakyat Indonesia! (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia