Jawa Pos

Komunisme dan Ekonomi

-

GULUNG tikarnya sebagian pelaku usaha ritel dan sepinya sebagian pusat perbelanja­an memantik pertanyaan: apakah ekonomi sedang lesu? Apakah daya beli melemah? Berbagai analisis pun bermuncula­n. Pemerintah berdalih ekonomi masih kuat. Buktinya, penerimaan pajak tetap tumbuh. Namun, sebagian pelaku usaha di lapangan menyebut kelesuan ekonomi memang benar terjadi.

Namun, di tengah kondisi ekonomi yang butuh perhatian ekstra ini, justru mencuat isu rutin tahunan tiap September: komunisme. Sejatinya, bukan masalah mengangkat isu komunisme. Toh, Partai Komunis Indonesia (PKI) memang pernah menorehkan jejak hitam dalam perjalanan bangsa ini. Jadi, generasi muda juga harus tahu sejarah.

Sayangnya, saat ini isu komunisme tak hanya diangkat untuk pembelajar­an sejarah, tapi juga sudah diolah menjadi komoditas politik. Semua mafhum, tahun politik 2019 tinggal 1,5 tahun lagi. Kegaduhan semacam itu tentu kontraprod­uktif.

Pasalnya, antena para pelaku usaha sangat sensitif menangkap sinyal-sinyal kegaduhan politik. Karena itu, begitu politik memanas, para pelaku usaha akan mulai waswas. Rencana investasi dan ekspansi bakal dikalkulas­i lagi sembari melihat arah angin politik. Jika itu terjadi, pemulihan ekonomi akan kembali tersendat.

Karena itu, jangan sampai kegaduhan politik akibat isu komunisme tersebut berlarut-larut dan mencederai upaya recovery ekonomi. Toh, di luar sana isu ideologi komunis sudah kehilangan gaungnya.

Lihat saja Rusia, biangnya komunisme dunia, serta Tiongkok, mbahnya komunisme Asia. Pimpinan mereka, Vladimir Putin dan Xi Jinping, tak bicara lagi soal ideologi komunis dan sosialisme negara tanpa kelas yang menjadi mimpi Karl Marx. Kini fokus mereka adalah bagaimana menggerakk­an sumber daya ekonomi untuk menguasai pasar internasio­nal dan berebut hegemoni kekuatan global.

Jadi, kalau setiap tahun energi kita masih terkuras untuk saling serang dan tuding tentang isu ideologi komunis seperti saat ini, betapa ruginya bangsa ini. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia