Gagal Jadi Kades, Produksi Arak
Digerebek Polisi, Nilai Produksi hingga Rp 3,3 M
BOJONEGORO – Produsen minuman keras (miras) jenis arak berhasil diringkus jajaran Satreskrim dan Satsabhara Polres Bojonegoro Sabtu (23/9) pukul 20.00. Pabrik arak tersebut beroperasi di Dusun Jomblong, Desa Sraturejo, Kecamatan Baureno. Arak itu didistribusikan di area Jawa Timur meliputi Jombang, Lamongan, dan Mojokerto.
Kapolres Bojonegoro AKBP Wahyu Sri Bintoro menerangkan, penggerebekan tersebut berdasar laporan warga yang resah karena sering mencium aroma arak yang menyengat. Pemilik pabrik dan produsennya, Suharjo, 57, serta AV selaku pekerja berhasil diringkus.
Polisi telah mengamankan kedua pelaku dan beberapa barang bukti di pabrik arak itu. ”Barang buktinya, 333 buah drum masingmasing berisi 200 liter arak siap edar,” ucapnya. Jadi, lanjut dia, total ada 66.600 liter arak, ditaksir senilai Rp 3,3 miliar.
Di sisi lain, saat penggerebekan, pelaku mengakui bahwa arak tersebut tidak diedarkan di Bojonegoro, melainkan di Jombang, Mojokerto, dan Lamongan. Pelaku juga menyatakan, pabrik itu baru beroperasi tujuh bulan. ”Hingga kemarin (24/9), seluruh barang bukti masih berada di pabrik tersebut serta sudah dipasangi garis polisi,” ujarnya.
Sekretaris Desa Sraturejo, Kecamatan Baureno, Harianto Abdullah mengungkapkan bahwa pelaku yang bernama Suharjo dikenal sebagai pengusaha kayu mebel. Jadi, dia cukup kaget ketika memperoleh informasi dari warganya.
”Secara terperinci, saya kurang paham dengan keberadaan pabrik arak itu. Sebab, setahu saya Suharjo ini adalah pengusaha kayu mebel asal Lamongan,” ujarnya.
Di desa asal istrinya, lanjut Wahyu, Suharjo pernah mencalonkan diri menjadi kepala desa maupun perangkat desa. Namun, nasibnya kurang baik sehingga gagal.
Pelaku akan dijerat pasal berlapis, yakni pasal 204 ayat (1) KUHP dan pasal 135 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pelaku disangka menjual, menawarkan, serta memproduksi pangan yang bisa membahayakan nyawa seseorang. ”Pelaku diancam pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar,” tuturnya. (bgs/nas/c24/end)