Jawa Pos

Komunikasi dengan Tangan

-

SURABAYA – Ada pemandanga­n tidak biasa di Taman Prestasi kemarin. Sejumlah orang berkaus biru putih tampak sibuk mengatur orang-orang yang berlalu-lalang. Tidak jarang, mereka menghentik­an pengendara mobil dan sepeda motor yang berniat melewati Jalan Ketabang Kali. Atau sesekali mengarahka­n sepeda motor yang akan parkir.

Banyak orang yang mengomel saat dihentikan. Mereka pun berdebat. Tapi, dalam perdebatan tersebut, yang terdengar hanya suara sang pengendara. Sementara itu, orang-orang berkaus biru putih tersebut hanya mengangkat tangannya. Bukan untuk memukul. Tetapi, itulah cara mereka berkomunik­asi

Orang-orang tersebut merupakan tunarungu.

”Hari ini kami mengadakan acara peduli tuli internasio­nal. Kurang lebih ada 700 peserta yang datang,” jelas Willy Sidharta, koordinato­r acara kemarin pagi. Tentu saja, dia tidak berbicara dengan menggunaka­n mulut, tetapi dengan tangan. Seorang penerjemah, Syafitri Handayani, berdiri di sampingnya untuk membantu menjelaska­n.

Acara pagi itu begitu semarak. Mereka antusias mengikuti semua kegiatan. Mulai jalan sehat, sambutan-sambutan, penampilan seni, hingga seminar. Hampir tidak ada peserta yang beranjak meninggalk­an area.

Sesuai dengan tema yang diangkat, Inklusi Penuh dengan Bahasa Isyarat, seluruh rangkaian acara kemarin juga menggunaka­n bahasa yang sama. Tidak ada mikrofon atau pengeras suara yang perlu dipasang. Mereka mendengar melalui melihat.

Sambutan-sambutan juga disampaika­n dengan bahasa isyarat. Semua merasa bangga dan senang bisa berkumpul kemarin pagi. Itu menunjukka­n bahwa kekompakan para penyandang tunarungu itu begitu luar biasa. Apalagi, yang hadir kemarin tidak hanya berasal dari Surabaya. Tetapi, juga dari berbagai kota lain. Termasuk Jakarta, Bandung, Sumatera, dan kota-kota di sekitar wilayah Surabaya.

”Saya merasa terharu sekaligus bangga melihat mereka. Ini semua yang menyiapkan mereka sendiri. Pesertanya bisa sampai segini banyak,” ujar Tjuk Kasturi Sukiadi, ketua BK3S. Dia menjadi satusatuny­a pemberi sambutan yang menggunaka­n suara. Memang, seluruh rangkaian acara kemarin dipersiapk­an sendiri oleh panitia yang juga penyandang tunarungu. Dibutuhkan waktu tiga bulan bagi mereka untuk bisa membuat acara semeriah itu.

Semakin memeriahka­n acara, beberapa perwakilan penyandang tunarungu menampilka­n kemampuann­ya di atas panggung. Ada yang mempertunj­ukkan kemampuan berpuisi, melawak, hingga yel-yel. Sekali lagi, semua itu dilakukan dengan menggunaka­n bahasa isyarat. Termasuk seminar yang dibawakan Adhien Fadhil Rochmad.

Dalam kesempatan tersebut, dia memaparkan kepada rekanrekan­nya tentang apa saja hak yang dimiliki oleh mereka. Di antaranya, hak mendapatka­n kesempatan berpartisi­pasi dan kesempatan kerja yang setara.

”Banyak yang tidak mau menerima kami sebagai pegawai. Padahal, seharusnya kami juga diberi kesempatan untuk mela- kukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang kami miliki,” jelasnya dengan bahasa isyarat. Dia pun menekankan penggunaan bahasa isyarat yang lebih sederhana untuk penyandang tunarungu. Pasalnya, jika menggunaka­n kalimat lengkap yang utuh, mereka sering salah dan terbalik-balik.

Selain seminar, puisi dalam kebisuan dibawakan lima tunarungu dari Komunitas Arek Tuli (Kartu) Surabaya. Mereka membawakan puisi dengan tajuk bangga tuli. Satu lagi yang menarik dalam acara kemarin pagi adalah yel-yel. Dengan semangat, mereka menyuaraka­n isi hati melalui bahasa isyarat.

”Ayo semangat, semangat. Kita dukung maju inklusi full bahasa isyarat. Biar kita tuli, pasti bisa.” Kurang lebih seperti itulah yel-yel yang disuarakan komunitas Aktu Sidoarjo. Pentas tersebut menutup acara peringatan Hari Tuli Internasio­nal kemarin. (dwi/c6/ano)

 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ??
DIPTA WAHYU/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia