Sepakat Bongkar Rumah demi Garasi
Warga Demak Timur Layak Jadi Teladan
SURABAYA – Kampung yang satu ini layak ditiru kampung lain di Surabaya. Warga di kampung tersebut sepakat untuk tidak memarkir mobil di depan rumah. Mereka bahkan rela membongkar rumah untuk membangun garasi.
’’Anda Tidak Punya Garasi, Jangan Beli Mobil”. Tulisan itu terpampang jelas ketika masuk ke wilayah RT 2, RW 6, Demak Timur, Kelurahan Gundih. Itu bukan aturan yang dibuat lantaran persoalan garasi sedang ramai di berbagai media. Namun, peraturan tersebut disepakati warga sejak 1988.
Dulu, sebagian warga yang membangun rumah tidak menyangka bisa memiliki mobil. Karena itu, kebanyakan rumah tidak memiliki garasi. Lambat laun banyak warga yang mampu membeli mobil. Saat itulah muncul kesepakatan kali pertama. Warga yang membeli mobil harus rela membongkar rumahnya untuk membuat garasi.
Ketua RW 6 Kelurahan Gundih Hartoyo menjadi salah seorang warga yang rumahnya harus dibongkar untuk membangun garasi. Dia menetap di sana sejak 1984. Empat tahun kemudian, dia membeli mobil Suzuki Carry. Saat itu baru dua warga yang punya mobil. Namun, lama-kelamaan pemilik mobil semakin banyak. ”Akhirnya warga berembuk. Gimana enaknya? Akhirnya, muncul kesepakatan itu,” jelas pria 64 tahun tersebut.
Pembahasan awal memang alot. Cukup berat merelakan rumah dibongkar untuk membangun garasi. Namun, kesepakatan telanjur dibuat. Pemilik mobil akhirnya bersedia membangun garasi. Konsekuensinya, ruang tamu atau kamar harus mundur. Efek positifnya, hingga kini tidak ada gegeran warga gara-gara parkir mobil di depan rumah.
Ada 30 rumah di wilayah dengan sebutan kampung mangga itu. Sebanyak 15 rumah sudah memiliki garasi. Tahun ini ada tiga warga yang harus membongkar rumahnya karena baru membeli mobil. Agus Susyanto, salah satunya. Dia membeli Daihatsu Ayla tiga bulan lalu. ”Harus bongkar pager biar tidak mengganggu warga,” ujarnya. Ada juga warga yang memiliki lebih dari satu mobil. Garasinya pun harus menyesuaikan. Dengan begitu, tidak ada pemandangan mobil parkir di depan rumah.
Lalu, bagaimana dengan mobil para tamu? Aturannya, mobil tamu boleh diparkir di depan rumah. Tapi, maksimal tiga hari. Akan ada teguran jika dilanggar. Semua itu disepakati agar tidak terjadi perselisihan antarwarga.
Ketua RT 2 Sudjarwoko menyadari bahwa jalan kampung pun sebenarnya milik bersama. Karena itu, sejak 29 tahun lalu aturan tersebut ditegakkan. Selain perselisihan antarwarga bisa diminimalkan, pensterilan jalan kampung dilaksanakan untuk keadaan darurat. Untuk akses mobil pemadam kebakaran, misalnya. Jika ada mobil yang terparkir, truk pemadam jelas tidak muat masuk gang sempit itu. ”Untung, warga kami menyadari itu sehingga kesepakatan ini bisa berjalan sampai sekarang,” jelasnya.
Kampung di RT 2, RW 6, Kelurahan Gundih, tersebut memang sarat prestasi. Mereka menjadi juara pertama dalam sejarah lomba kebersihan antarkampung, Surabaya Green and Clean (SGC) 2005. Berderet penghargaan lainnya terpampang di gudang RT. Kampung tersebut juga menjadi jujukan para tamu dari 193 negara yang mengikuti UN Habitat 2016. Hari ini kampung itu didatangi juri perlombaan tingkat internasional. ”Kami ditunjuk mewakili Surabaya,” kata Djarwo, sapaan akrab Sudjarwoko.
Dia sudah mendengar upaya DPRD Surabaya yang hendak menerapkan aturan satu mobil satu garasi. Menurut dia, aturan tersebut seharusnya sudah lama ada. Apalagi, saat ini mobil semakin mudah didapatkan. ”Wah, jika aturan itu ditetapkan di Surabaya, kami setuju sekali,” ucapnya.
Rencananya, Komisi C DPRD Surabaya mengundang para pakar untuk membahas raperda klasifikasi dan kelas jalan besok (26/9). Namun, pansus raperda tersebut berharap ada kesamaan visi dari pemkot. ”Karena ini perda inisiatif, harus ada gayung bersambut dari pemkot,” ujar Vinsensius Awey, ketua pansus raperda klasifikasi dan kelas jalan. (sal/c7/oni)