Ada Aroma Jual Beli Rekrutmen Panwas
DKPP Usut Dugaan Suap di Bawaslu Sumut
JAKARTA – Sidang yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kemarin (25/9) cukup mengejutkan. Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Hardi Munthe bersama asistennya, Julius Turnip, dituduh terlibat suap. Pelapornya adalah Pangu lu Siregar, calon ang gota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Asahan, Su mut, yang tidak lolos perekrutan.
Hingga kemarin belum bisa disimpulkan apakah tuduhan suap itu benar atau tidak. Da lam persidangan, pengadu mengaku sudah memberikan mahar Rp 30 juta agar terpilih sebagai anggota Panwaslu Asahan. Mahar tersebut dibe rikan untuk mendapat bo coran soal tes. Namun, dalam proses nya, dia tetap saja ga gal lolos. Mahar akhirnya dikem balikan.
Namun, Pangulu tetap memilih mengadukan Hardi ke DKPP. ”Buktinya itu ada rekaman dan soal yang diberikan kepada saya,” ujarnya dalam sidang.
Sementara itu, meski ada rekaman pembicaraan, Julius Turnip dalam sidang membantah apa yang dituduhkan. Menurut dia, di tengah kemajuan teknologi, manipulasi suara sangat bisa dilakukan. ”Karena tidak menyertakan gambar visual, kemungkinan pengadu telah bertemu dengan orang lain untuk meluluskan. Suara orang bisa ditiru sama persis,” kilahnya.
Dihubungi terpisah, anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan bahwa pihak- nya masih memegang aspek praduga tak bersalah. Sebelum ada putusan DKPP, Bawaslu tidak bisa memastikan apakah suap itu ada atau tidak. ”Mudah-mudahan yang Sumut tidak terbukti,” ucap mantan koordinator nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat ( JPPR) tersebut.
Namun, Afif –sapaan Mochammad Afifuddin– menegaskan bahwa kasus Sumut menjadi bahan pelajaran meski sebelumnya sudah ada upaya antisipasi. ”Kami ada korwilkorwil yang melakukan pengawasan dan supervisi langsung ke daerah,” ujarnya.
Di situ para korwil mengontrol daerah dengan komunikasi intensif. Korwil selalu mewantiwanti agar tidak ada yang berani menyalahi aturan. Dalam syarat rekrutmen pun, pihaknya mencari panwas yang berkomitmen dengan integritas.
Sementara itu, anggota DKPP Ida Budhiati mengakui bahwa aspek integritas penyelenggara masih menjadi pekerjaan rumah pelaksanaan pemilu di Indonesia. Padahal, lanjut dia, integritas menjadi sesuatu yang penting untuk menghasilkan pelaksanaan pemilu yang dipercaya.
”Dulu penegakan hukum hanya melalui prosedur, lalu kita sadari pentingnya aspek administrasi. Ternyata belum cukup, integritas penyelenggara dipandang penting,” tuturnya di kantor DKPP, Jakarta, kemarin.
Karena itu, mantan komisioner KPU tersebut meminta jajaran penyelenggara, baik di pusat maupun daerah, bisa menjaga integritas. Salah satu caranya ialah memastikan proses rekrutmen penyelenggara tidak tercederai oleh cara-cara transaksional. (far/c9/fat)