Stimulus Fiskal Masih Dinanti
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) pekan lalu menurunkan lagi suku bunga acuan menjadi 4,25 persen. Penurunan 7- days reverse repo rate (7-DRRR) yang mengikuti tren inflasi rendah tersebut menjadi sinyal positif bagi fundamental perekonomian domestik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menilai, pelonggaran moneter yang dilakukan BI diharapkan memacu investasi dan konsumsi. Rentetannya, ketika bunga acuan turun, bunga kredit perbankan diharapkan ikut turun.
Dengan bunga kredit perbankan yang lebih rendah, investasi diharapkan meningkat. Keyakinan masyarakat untuk berbelanja juga diharapkan meningkat sehingga mendongkrak konsumsi. ”Kalau secara umum, kecenderungan bunga yang turun akan ada efeknya ke konsumsi. Karena kredit kon- sumsi kena imbas, kredit investasi juga ada dampak,” tuturnya.
Meski demikian, Suahasil mengakui dampak penurunan suku bunga acuan tidak bisa langsung terasa karena penurunan bunga kredit perbankan membutuhkan waktu. ”Akad kredit kan tidak langsung seminggu kemudian berubah karena ada kontrak atau akad. Jadi kita lihat progress- nya,” ujarnya.
Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Alexander Sugandi menambahkan, meski suku bunga acuan turun, keputusan investasi tetap berada di tangan investor. Alasannya, ada faktor lain yang diperhatikan investor selain bunga kredit. Terutama ketersediaan infrastruktur, kepastian hukum, dan stabilitas rupiah. ”Stimulus moneter itu sifatnya memfasilitasi. Karena yang punya daya dorong besar terhadap pertumbuhan tetap sisi fiskal,” jelasnya.
Ekonom Bank Mandiri Andri Asmoro menilai, pelonggaran moneter yang dilakukan BI belum akan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sampai akhir tahun ini, pertumbuhan ekonomi diprediksi maksimal 5,1 persen. Dibutuhkan insentif fiskal berupa belanja pemerintah dalam bentuk infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi. ” Spending pemerintah pada 2016–2017 baru akan berdampak 1–2 tahun lagi,” ujarnya.
Pendorong utama ekonomi tahun ini, tutur Andri, masih mengandalkan konsumsi rumah tangga. Konsumsi diprediksi akan tumbuh lebih baik pada kuartal ketiga dan keempat karena distribusi bantuan sosial sudah lebih baik pada kuartal ketiga tahun ini. (ken/c21/noe)