Singapura Masih Jadi Safe Haven Buron
JAKARTA – Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura belum juga diratifikasi. Padahal, jika perjanjian tersebut di ratifikasi dan akhirnya di implementasi kan, para buron yang kabur ke Negeri Singa itu akan dengan mudah ditangkap.
Pengamat hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan, saat perjanjian tersebut diteken di Bali pada 2007, para buron yang bersembunyi di Singapura kalang kabut. Mereka bergegas pindah ke negara lain untuk menyelamatkan diri. ”Apalagi kalau sudah diratifikasi. Singapura tidak akan lagi dijadikan safe haven country oleh mereka,” tuturnya kepada Jawa Pos kemarin (25/9).
Selama ini Singapura memang menjadi negara favorit para buruan asal Indonesia untuk kabur. Lokasinya cukup dekat sehingga keluarga mereka pun bisa berkunjung dengan mudah. Dan yang paling penting, Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Artinya, para buron itu akan hidup aman dan damai di sana. Image negara tempat pelarian pun melekat kepada Singapura.
Perlahan, kata Hikmahanto, Singapura sepertinya ingin melepas citra buruk tersebut dengan memulai penjajakan kemungkinan melakukan kerja sama ekstradisi sampai akhirnya ditekenlah perjanjian itu. ”Singapura bahkan sudah meratifikasi perjanjian tersebut. Tinggal menunggu dari Indonesia,” ucapnya.
Namun, meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Singapura bukan hal mudah. Menurut Hikmahanto, Singapura mengajukan tandem antara perjanjian ekstradisi dan perjanjian pertahanan ( defense cooperation agreement/ DCA). Yakni, Indo- nesia memberi Singapura tempat untuk melakukan latihan militer. Hal itu mendapat penolakan dari DPR. ”Kalau dilihat, Indonesia lebih banyak dirugikan dengan adanya DCA itu,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin mengatakan, hingga saat ini DPR memang belum meratifikasi perjanjian tersebut. Menurut dia, masih ada poin yang mengganjal dari perjanjian itu sehingga mendapat penolakan dari anggota DPR periode lalu. ”Mereka (Singapura) minta perjanjian dikombinasikan dengan latihan militer. Itu yang mengundang penolakan,” ungkapnya kemarin. (and/c9/oki)