Jawa Pos

Bisa Kurus untuk Yellow Jersey?

Peter Sagan adalah juara dunia tiga kali berturuttu­rut pertama dalam sejarah. Dia juga pertama yang meraih tiga gelar di tiga benua yang berbeda. untuk sang pembalap ajaib?

-

champion What’s next world

ADA banyakban alasan mengapa Peter Sagan layaklaya disebut sebagai bintang

terbesarte­rb di dunia. Bahkan lebih besar dari juara Tour de France empat kali Chris F Froome.

Alasan te terakhir dia persembahk­an di Bergen,Berg en, Norwegia,No Minggu lalu (24/9). Saat menjadimen­ja juara dunia untuk kali ketiga berturut- berturut-turut,tu setelah adu sprint melawan bintang tua tuan rumah Alexander Kristoff.

Itu berar berarti dia sudah jadi juara dunia di Amerika Serikat (2015), Qatar (2016), dan sekara sekarang Norwegia.

Sebelumn Sebelumnya, sudah ada cukup bukti mengapa dia d dahsyat. Kemenangan di Bergen adalah kemenangan­kem ke-101 dalam karirnya. Pad Padahal, usia masih 27 tahun.

Banyak k kemenangan itu kelas atas. Misalnya, juara ’’Monument’’ Tour of Flanders padap 2016.

Selain gelarge juara dunia, prestasiny­a yang paling diingat orang adalah lima kali berturut-turut meraih alias juara de France (2012–2016).

Itu ditambah dengan kepribadia­nnya yang memikat banyak orang. Suka bercanda, suka beratraksi, suka bikin videovideo lucu di dan lain sebagainya. Wawancaraw­awancarany­a pun berkesan dan menghibur, termasuk saat di Bergen Minggu lalu.

’’Strategi (untuk menang)? Terus terang saya tidak punya strategi. Kita tak mungkin merencanak­an hal-hal yang spontan. Apa yang saya lakukan bukanlah bagian dari perencanaa­n atau mimpi dari malam sebelumnya,’’ ucapnya, menggeliti­k media yang mendengark­an.

Insting dan talenta bintang Slovakia ini memang luar biasa. Sadar tak punya banyak rekan setim, dia tahu betul bagaimana harus ’’ berenang” di tengah peloton. Ketika peluang terbuka di kilometer terakhir, dia pun tancap gas.

Sagan mendedikas­ikan kemenangan ini untuk temannya, Michele Scarponi, yang meninggal karena kecelakaan saat latihan beberapa bulan lalu. Juga pada istrinya, Katarina, yang kini mengandung anak pertama mereka.

Setelah kemenangan di Bergen, Sagan mengaku akan stop balapan di pengujung 2017. Menunggu anak lahir, baru kemudian merencanak­an di Tour tahun depan dan seterusnya.

Kira-kira, apa rencana ke depannya? Untuk sementara, Sagan tidak punya gambaran apa-apa. ’’Semoga saya tetap bisa tampil baik tahun depan, tapi di olahraga ini kita tak pernah tahu bakal seperti apa. Saya hidup hari demi hari. Entah apa yang akan terjadi besok,’’ pungkasnya.

Karena Sagan belum tahu, pengamat dan penggemar hanya bisa mengira-ngira. Sangat mungkin dia akan tetap fokus mengejar balapan-balapan Classics di awal tahun. Mengejar lagi Tour of Flanders, sambil memburu kemenangan di Paris-Roubaix dan Milan-San Remo.

Lalu, mengejar lagi Tour de France.

Itu saja? Entahlah. Pembalap dengan bakat sebesar Sagan bisa menjadi apa saja yang dia mau. Saat ini, kemampuan sprint di arena datar dan melarikan diri di arena tanjakan pendek merupakan senjata utamanya.

Tapi, saat usia bertambah dan tidak lagi jadi senjata utama, bukan tidak mungkin Sagan ’’pindah haluan” dan mengejar

Dulu, saat masih membela Cannondale di awal karir, sempat ada rencana seperti itu dari para pelatihnya. Waktu itu, muncul omongan kemampuan sprintnya akan digeber sampai mentok. Lalu, pada usia 28 ta- di hun, badannya akan dikuruskan sebisa mungkin. Kemudian, kemampuan

nya akan diasah maksimal. Targetnya setelah itu adalah mengejar

di Tour de France. Dengan tinggi 184 cm, bobot Sagan sekarang berada di kisaran 73 kilogram. Untuk jadi bobot Sagan harus diturunkan sekitar 5 kilogram, sambil mempertaha­nkan nya yang edan. Bukan sesuatu yang sulit di arena

Apakah ini rencana ngawur? Belum tentu juga.

Potensi ke arah sana sudah muncul pada 2015. Waktu itu, secara mengejutka­n, Sagan menjadi juara

di Tour of California. Dia meraihnya dengan memenangi etape sprint, memenangi etape dan bertahan hebat di tanjakan panjang.

Ivan Basso, seorang legenda menegaskan potensi tersebut. ’’Saya belum pernah melihat pembalap seperti dia. Saya kira tidak pernah ada yang seperti dia. Kita bisa mengharapk­an apa saja dari dia, karena dia bisa memenangi apa saja yang dia mau. Bahkan, kalau kelak dia juara Tour de France, saya tidak akan terkejut. Perhatikan saja nanti,’’ kata Basso, yang baru dua tahun ini gantung sepeda.

Seperti yang diucapkan Basso, arah karir Sagan ini akan jadi perbincang­an seru dalam beberapa tahun ke depan. Dan ingat, tahun depan dia sudah berusia 28 tahun! (*)

 ??  ?? cycling green jersey, point classifica­tion, YouTube, rolling/ green jersey general classifica­tion. power climbingye­llow jersey climber, classifica­tion powercycli­ng. general time trial, cycling,
cycling green jersey, point classifica­tion, YouTube, rolling/ green jersey general classifica­tion. power climbingye­llow jersey climber, classifica­tion powercycli­ng. general time trial, cycling,

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia