Jawa Pos

Tidak Ada Efek Jera

Tiga kali sudah pertanding­an di Kompetisi Kapal Api Persebaya ( KKAP) diwarnai ( WO). Regulasi yang tidak mengikat dan kurang tegas ditengarai sebagai alasannya.

-

walkover WAKTU sudah menunjukka­n pukul 15.15 WIB. Artinya, sudah seperempat jam para pemain Anak Bangsa menunggu kedatangan lawa n ny a, Sasana Bhakti ( Sakti). Tapi, tidak ada tanda-tanda rombongan tim Sakti datang ke Lapangan Persebaya.

Tak berselang lama dan setelah berdiskusi dengan perwakilan Anak Bangsa, wasit Didit Yadi kemudian meniup peluit panjang. Pertanding­an lanjutan KKAP di grup B pada 19 September lalu itu pun dinyatakan berakhir. Anak Bangsa berhak atas kemenangan 3-0.

Selain kejadian Anak Bangsa melawan Sakti, ada dua pertanding­an lagi yang menghasilk­an keputusan WO. Keduanya melibatkan Fatahillah 354 sebagai ’’pelaku utamanya’’. Masing-masing ketika melawan Polda Jatim (14/4) dan Haggana (29/8). Salah satu alasannya adalah kekurangan pemain.

M. Djaya selaku ketua Bidang Pertanding­an Persebaya mengakui dalam regulasi kompetisi tidak diatur konsekuens­i tegas bagi klub yang gagal bertanding sesuai dengan jadwal. Termasuk sanksi, misalnya, untuk Fatahillah yang sampai dua kali melakukan WO. ’’ Kon se kuen s inya paling hanya beban moral untuk tim yang melakukan WO karena mereka berarti telah menyalahi komitmen di awal kompetisi,’’ jelasnya.

’’ Kalau untuk sanksi memang belum ada aturannya dan perlu dibicaraka­n lagi dengan semua klub,’’ sambungnya.

Masih munculnya WO juga menuai respons dari klub-klub KKAP. Seger Sutrisno, pelatih Indonesia Muda, berpendapa­t bahwa munculnya tim WO itu disebabkan tidak adanya sistem degradasi. Akibatnya, tim-tim sedikit mengabaika­n aturan bertanding.

’’Kalau ada (degradasi) bakal mikir dua kali. Dulu (ketika ada degradasi) seingat saya gak ada satu pun tim yang WO,’’ ujar Seger. Dengan sistem degradasi, tim akan berjuang keras di setiap pertanding­an. ’’ Kasus kekurangan pemain tentu tidak ada lagi karena tim sudah disiapkan dengan matang sejak awal kompetisi,’’ imbuh pemain Persebaya era 1980-an itu.

Pelatih Al Rayyan Yanto Imam menambahka­n, faktor tidak adanya denda juga menjadi penyebab klub masih berani WO. Jadi, tidak ada komitmen yang mengikat bagi klubklub internal. ’’ Harus ada efek jeranya,’’ ujar Japok, sapaan akrab Yanto Imam.

Untuk evaluasi ke depan, Japok mengusulka­n, kalau ada subsidi untuk klub internal, sebaiknya jangan diberikan di awal kompetisi. Nah, jika ada tim yang WO dalam perjalanan kompetisi, mereka bakal disanksi berupa penguranga­n dari subsidi. ’’Itu salah satu contoh saja agar tim-tim bisa lebih disiplin,’’ katanya.

Jadi, apakah regulasi tim yang melakukan WO untuk kompetisi internal musim depan bakal dibuat lebih ketat? Djaya pun berharap demikian. ’’Karena kompetisi ini kan sifatnya pembinaan sehingga harus bisa memberi contoh dan menumbuhka­n kedisiplin­an untuk pemain,’’ tuturnya ( rpd/c19/dns)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia