Jawa Pos

Ditanya Pacar saat Mengajar

Siswa SMP Margie Baru Pulang dari Australia

-

SURABAYA – Aula sekolah Margie riuh rendah kemarin (25/9). Siang itu 150 siswa berkumpul di ruangan di lantai 2 sekolah. Duduk membanjar setengah melingkar, mereka terlihat antusias mendengark­an cerita tiga siswa SMP Margie. Ketiganya baru saja menyelesai­kan tugas pertukaran pelajar di Australia.

Wajah Veronica Anne Martono, Raul D. Armando, dan Stephanie Soedarsono masih terlihat letih saat berbagi pe nga laman. Maklum, ketiganya baru mendarat di Surabaya pukul 22.00 Minggu (24/9). ’’Kami di sana mengajar bahasa Indonesia,’’ ujar Raul, sapaan Raul D. Armando, kepada ratusan siswa.

Selama 16 hari di Australia, ketiganya mengajar kelas bahasa Indonesia di Peter Moyes Anglican Community School, Perth, Australia Barat. Bersama sang guru Evlin Trihandari, mereka mengajar secara bergiliran di berbagai jenjang pendidikan. Mulai kelas VI SD hingga kelas XII SMA.

Materi pembelajar­an di setiap jenjang tentu tidak sama. Ketika di kelas VII, mereka mengenalka­n petunjuk arah. Untuk kelas VIII, materinya berupa pengenalan rasa dan makanan khas Indonesia.

Meski terlihat sederhana, mengajar bahasa Indonesia untuk para murid di Australia tidak mudah. Butuh ketelatena­n. Untuk istilah yang sulit diucapkan, mereka biasanya menggunaka­n teknik pengejaan kata perlahan. ’’Kita ejakan satu per satu sampai mereka jelas mengucapka­nnya,’’ jelas siswa 14 tahun itu.

Agar bahasa lebih cepat dipahami, mereka menggunaka­n berbagai teknik permainan. Salah satunya, bermain sembari mengenakan blindfold untuk mengenalka­n petunjuk arah.

Mata siswa yang kemampuan bahasanya diuji akan ditutup. Pelajar tersebut kemudian berjalan melintasi beberapa rintangan untuk mencapai garis finis. ’’Nah, aba-aba petunjuk disampaika­n dalam bahasa Indonesia,’’ tuturnya.

Lambat laun para pelajar Peter Moyes Anglican Community School bersemanga­t dan akrab dengan mereka. Banyak pertanyaan yang diajukan. Salah satunya, pertanyaan siswa kepada Anne, sapaan Veronica Anne Martono. Apakah sudah memiliki pacar? Kalimat tersebut diucapkan dengan terbata-bata dalam bahasa Indonesia. ’’Dia sangat berniat untuk mengucapka­n kata itu,’’ jelas Anne, lantas tertawa berderai. Si penanya, kata Anne, mencari sendiri istilah tersebut melalui bantuan aplikasi penerjemah di internet.

Selain bisa mengajar bahasa Indonesia, Anne dan temanteman­nya menimba pengalaman berharga. Selama di sekolah tersebut, setiap anak sangat disiplin dan tepat waktu dalam setiap hal.

Stephanie Soedarsono menambahka­n, seluruh siswa terlihat tidak canggung dengan kemampuann­ya. Jika ada pelajaran yang kurang dimengerti, mereka langsung tunjuk tangan untuk bertanya. ’’Sikap seperti ini perlu kita contoh di sini,’’ ucapnya. (elo/c15/nda)

 ?? ARYA DHITYA/JAWA POS ?? BERBAGI PENGALAMAN: Dari kiri, Veronica Anne Martono, Stephanie Soedarsono, Raul D. Armando, dan guru pembimbing Evlin Trihandari membagikan pengalaman mengajar di Australia kepada siswa Sekolah Margie.
ARYA DHITYA/JAWA POS BERBAGI PENGALAMAN: Dari kiri, Veronica Anne Martono, Stephanie Soedarsono, Raul D. Armando, dan guru pembimbing Evlin Trihandari membagikan pengalaman mengajar di Australia kepada siswa Sekolah Margie.
 ?? SEKOLAH MARGIE FOR JAWA POS ?? INTERAKSI: Anne (berdiri) saat menjadi guru penutur asli bahasa Indonesia di Peter Moyes Anglican Community School, Perth.
SEKOLAH MARGIE FOR JAWA POS INTERAKSI: Anne (berdiri) saat menjadi guru penutur asli bahasa Indonesia di Peter Moyes Anglican Community School, Perth.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia