Kontroversi Situs Nikah Siri-Lelang Perawan
DEKLARASI kelahiran sebuah partai politik (parpol) umumnya menawarkan visi dan program yang idealis dan tidak keluar dari koridor hukum yang berlaku. Tetapi, yang dilakukan Partai Ponsel, sebuah partai baru yang dideklarasikan 19 September 2017 lalu, benar-benar sulit dinalar akal sehat.
Kehadiran Partai Ponsel yang ketua umumnya Aris Wahyudi ini menjadi kontroversi karena saat deklarasi juga diikuti dengan peluncuran situs nikahsirri.com, yakni sebuah platform yang memfasilitasi seseorang untuk melakukan nikah siri. Situs yang digagas Partai Ponsel ini menyediakan jasa lelang keperawanan, memfasilitasi orang-orang yang tengah mencari istri, mencari suami, mencari penghulu, hingga mencari saksi untuk yang membutuhkan.
Website kontroversial yang kini sudah diblokir itu konon sengaja dibuat Partai Ponsel untuk membantu mempercepat upaya pengentasan kemiskinan. Dengan memfasilitasi perempuan yang ingin melelang perawan untuk mereka yang memiliki uang, kehadiran situs ini diklaim mampu meningkatkan kesejahteraan hidup warga yang membutuhkan. Selain itu, dengan memfasilitasi janda-janda yang membutuhkan penghasilan agar bisa ’’dikontrak’’ secara harian atau bulanan, sesuai kemampuan lakilaki yang ’’menyewanya’’, diharapkan juga akan menjadi jalan keluar praktis bagi para perempuan yang ingin mengubah nasib secara instan. Tagline yang ditulis dalam situs nikahsirri.com adalah Mengubah Zinah Menjadi Ibadah. Merendahkan Perempuan Kehadiran situs yang tidak lazim dan cenderung merendahkan martabat perempuan itu menjadi polemik. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Yohana Susana Yembise bukan hanya mengecam laman nikahsirri.com sebagai bentuk tindakan eksploitasi terhadap perempuan, tetapi juga dinilai sebagai bentuk praktik pelacuran terselubung yang dibalut dengan prosesi lelang keperawanan dan kawin kontrak dengan dalih agama.
Kalau hanya berpikir pragmatis dan menafikan martabat perempuan, apa yang ditawarkan situs nikahsirri.com mungkin merupakan jalan keluar yang sepintas menjanjikan. Tetapi, di masyarakat yang kental menganut nilai-nilai patriarki, menempatkan perempuan sebagai komoditas yang dilelang dan bisa dikontrak sesuai kemampuan laki-laki pembelinya sesungguhnya adalah tindakan yang merendahkan perempuan.
Dalam masyarakat patriarki, memang perempuan kerap kali masih tersubordinasi dan bahkan diperlakukan layaknya sebagai objek atau properti milik kaum laki-laki. Dalam kasus pernikahan siri, yang sifatnya rahasia dan tidak tercatat sesuai ketentuan hukum yang berlaku, pihak yang paling menderita dan harus menanggung kerugian jika terjadi masalah dalam pernikahan siri tak pelak adalah kaum perempuan.
Dalam kondisi di mana posisi perempuan cenderung inferior, marginal, tersubordinasi, dan lemah posisi bargaining-nya, berbagai perlakuan semena-mena dan bahkan tindak kekerasan bukan tidak mungkin terjadi ketika laki-laki sebagai kepala keluarga merasa sudah tidak lagi cocok dengan pasangannya. Hanya gara-gara dipicu rasa cemburu buta, tidak berkenan dengan layanan istri, tidak puas dengan apa yang telah dilakukan istri di rumah, bisa saja laki-laki itu dengan mudah menceraikan dan menelantarkan pasangannya yang dinikahi secara siri.
Tidak adanya perlindungan hu- kum yang pasti dan memadai sering kali akan menempatkan perempuan dalam posisi yang dirugikan dalam keluarga yang pernikahannya tidak tercatat oleh negara.
Dalam berbagai kasus pernikahan yang menyubordinasi perempuan, termasuk pernikahan siri, banyak studi memperlihatkan bahwa kaum perempuan umumnya tidak memiliki posisi bargaining yang setara. Mereka lebih berisiko memikul penderitaan, karena mereka kebanyakan bukan pencari nafkah utama dalam keluarga, dan mereka jugalah yang biasa diserahi tugas pengasuhan anak –sebuah beban yang membuat para janda sulit mendapatkan pekerjaan pasca ditelantarkan pasangannya karena kesibukannya melakukan berbagai pekerjaan domestik. Sensasi Sebelum muncul situs www. nikahsirri.com yang digagas Partai Ponsel, harus diakui praktik nikah siri sebetulnya bukan hal yang baru di Indonesia. Di berbagai daerah, hingga saat ini praktik nikah siri masih sering terjadi dengan berbagai alasan. Meskipun kecaman dan kritik telah banyak dilontarkan terhadap efek buruk nikah siri, tetapi di sebagian komunitas praktik ini masih lazim dilakukan karena kelemahan dan ketidakberdayaan perempuan.
Langkah Kementerian Kominfo segera memblokir situs nikahsirri. com dan langkah pihak kepolisian yang menangkap ketua Partai Ponsel untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya memang sudah seharusnya dilakukan. Meski demikian, lebih dari sekadar menutup situs kontroversial itu, langkah substantif yang lebih mendesak dilakukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan program-program yang kontekstual dan efektif untuk menurunkan kasus nikah siri yang masih terjadi di berbagai daerah.
Mencegah dan melarang praktik nikah siri tidaklah mungkin hanya dilakukan dengan menutup situs milik Partai Ponsel. Bekerja sama dengan kelompok sosial-keagamaan di masyarakat ( community based organization), LSM, berbagai kelompok sekunder, seperti dasa wisma, posyandu, dan lain-lain perlu terus dikembangkan untuk menjadi ujung tombak mengawasi dan mencegah praktik nikah siri.
Untuk pengurus Partai Ponsel, menawarkan situs nikahsirri.com memang berhasil membuat partai baru ini seketika terkenal. Tetapi, jika ingin partai baru ini dipilih masyarakat, tentu yang dibutuhkan adalah inovasi-inovasi lain yang lebih masuk akal dan benar-benar mencerahkan daripada sekadar mencari sensasi yang merendahkan harkat para perempuan. (*)