Korupsi Bukan Genetik
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali ke daerah. Terbaru, lembaga antirasuah itu menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Bupati cantik tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah tim KPK menggeledah kantor dan rumah bupati di Tenggarong, ibu kota Kukar.
Sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi dan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko. Selama 2017, tujuh kepala daerah yang menjadi ”pasien” KPK. Kepala daerah lainnya adalah Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Wali Kota Tegal Siti Masitha, dan Bupati Batu Bara O.K. Arya Zulkarnakin.
Ironisnya, kepala daerah yang terjaring KPK selama ini dikenal memiliki prestasi yang baik. Program Gerbang Raja yang dicanangkannya juga berhasil mendongkrak pariwisata di Kukar. Sederet penghargaan pun disematkan kepada perempuan yang juga menjabat ketua DPD Partai Golkar Kaltim itu. Eddy Rumpoko juga sangat dikenal karena prestasinya dalam menjadikan Batu sebagai destinasi utama wisata di Jatim.
Rata-rata kepala daerah yang menjadi pasien KPK tersebut adalah kepala daerah yang inovatif. Tentu sangat disayangkan. Tentu alasan demi inovasi tidak bisa dijadikan dalih untuk permisif dengan korupsi.
Periode kepemimpinan beberapa kepala daerah yang ditangkap KPK juga akan habis. Itu seakan-akan membenarkan stigma bahwa pejabat yang akan lengser berusaha mencari ”pesangon” untuk bekal setelah tidak menjabat. Isu itu tidak hanya menerpa kepala daerah, tetapi juga berembus di instansi yang lain.
Lebih disayangkan lagi, sebagian kepala daerah yang terkena kasus korupsi merupakan anak mantan kepala daerah yang juga kena kasus yang sama. Rita adalah putri Syaukani Hasan Rais, bupati pertama Kukar, yang terjerat kasus korupsi. Satu lagi, Wali Kota Cilegon Iman Ariyadi merupakan putra Aat Syafa’at, wali kota Cilegon dua periode yang juga pernah menjadi terpidana kasus korupsi. Tentu korupsi bukan genetik. Bukan penyakit turunan. Itu menjadi peringatan buat kepala daerah yang masih ”selamat” agar berpikir seribu kali untuk korupsi. (*)