Dari 4 Km, Baru Dikerjakan Beberapa Titik
TAK kunjung selesainya pembangunan box culvert di wilayah Sememi, membuat Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha turun langsung demi meninjau langsung ke lokasi. Inspeksi mendadak (sidak) tersebut dilakukan kemarin (26/9).
Pembangunan box culvert oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga tersebut menurut Masduki, difungsikan sebagai saluran drainase sekaligus pelebaran jalan. Dengan adanya pelebaran jalan, kepadatan lalu lintas di wilayah Sememi dan sekitarnya mampu terurai.
Namun, proyek yang dimulai sejak 2015 tersebut belum menampakkan hasil maksimal hingga kini. Proyek tersebut awalnya direncanakan selesai pada 2018. Dari total 4 km di daerah Sememi hingga Benowo yang harus dikerjakan, baru tersentuh beberapa titik saja.
Masduki menuturkan, selain lamban, pengerjaan tersebut juga sangat tidak teratur. Idealnya, pengerjaan
box culvert dimulai dari dua arah yakni di barat dan timur sehingga akan bertemu pada satu titik. Namun pada kenyataannya, pembangunan di Sememi dimulai dari arah timur ke barat dan meninggalkan beberapa area yang belum terpasang box culvert. ’’Kalau bolong-bolong begini kan
nggak bisa dilalui kendaraan. Pengerjaannya cenderung acak, jadi lama selesainya,’’ ungkap Masduki sembari menunjuk beberapa titik yang bolong tanpa box culvert saat sidak. Akibatnya, jalanan masih macet dan air meluap ketika musim hujan.
Politisi fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menyayangkan pengerjaan yang tak kunjung selesai. Apalagi, anggarannya cukup besar yakni Rp 50 miliar per kilometer. ’’Kalau empat kilometer ya tinggal mengalikan nominal itu,” tandas Masduki.
Besarnya anggaran tersebut membuat Masduki mewanti-wanti pihak terkait untuk melaksanakan pengerjaan proyek dengan maksimal. ’’Warga harus bisa merasakan dampak langsung dari proyek yang menelan anggaran cukup besar itu. Jangan sampai sia-sia,” ujarnya.
Selain itu, dia mengingatkan agar pengerjaan bisa diselesaikan dengan tuntas. Setelah pembangunan, tak boleh ada hal-hal yang mengganggu kenyamanan warga karena pengerjaan selesai tak sepenuhnya. ’’Misalnya saja, tanah sisa kerukan yang ditinggalkan di jalan. Itu kan indikasi pengerjaan yang tak tuntas dan malah mengganggu masyarakat,’’ ungkap Masduki.
Selain di Jalan Sememi, Masduki menyidak sungai di sekitar lokasi di Jalan Kandangan. Ia mendapat keluhan dari masyarakat mengenai air yang meluap ketika musim hujan tiba. ”Nah, bisa lihat kalau sungainya dangkal, kan? Yang seperti ini harusnya ada tindakan dari pemerintah untuk melakukan pengerukan,” ujarnya.
Namun, pengerukan tak segera dilakukan sehingga sungai mengalami pendangkalan. Akibatnya, air meluap dan permukiman warga jadi langganan banjir tiap musim penghujan tiba. ’’Jangan tunggu banjir dulu baru dikeruk. Mumpung belum masuk musim penghujan, dikeruk saja dulu supaya warga nggak takut kebanjiran lagi seperti tahun-tahun sebelumnya,” imbuh Masduki.
Perlu Integrasi dari Berbagai Pihak
Masduki memastikan bahwa lambannya pengerjaan tersebut akan dilaporkan ke pemerintah kota sehingga mendapatkan jalan keluar. Demi memberikan pelayanan maksimal pada seluruh warga dan kemajuan Kota Surabaya, Masduki juga menghimbau seluruh elemen masyarakat untuk berperan serta mengawasi.
Perangkat desa atau kecamatan seperti ketua RT, ketua RW, lurah, dan camat harus melaporkan kepada pemerintah mengenai masalah di sekitar wilayahnya. Perihal banjir, tak hanya Badan Penanggulangan Bencana atau pemerintah pusat yang bertanggung jawab, tapi seluruh elemen masyarakat.
Lewat laporan warga yang masuk ke DPRD atau pemerintah, masalah akan ditangani. ”Apalagi kami tidak bisa terus- terusan meninjau ke berbagai lokasi, mereka juga harus aktif untuk mengawasi lalu melapor jika terdapat masalah,” tutur Masduki.