Mantan Kasek Jadi Tersangka
Penyelewengan Dana Hibah, Kejari Juga Jerat Pelaksana Proyek
SURABAYA – Penyidikan kasus dugaan penyelewengan dana hibah pemkot pada 2014 untuk pembangunan SDI Nurul Iman memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya akhirnya menetapkan dua tersangka, yakni Iskandar Zulkarnain dan Asmadi.
Iskandar merupakan mantan Kepala SDI Nurul Iman. Sedangkan Asmadi adalah pelaksana proyek. Mereka dinilai penyidik sebagai orang yang bertanggung jawab dalam penyelewengan dana pembangunan SD yang terletak di daerah Sememi, Benowo, itu.
Penyidik langsung mengambil tindakan penahanan terhadap tersangka. Iskandar dan Asmadi dijebloskan ke Rutan Kelas I Surabaya. ”Kami tahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Kejari Surabaya Didik Farkhan Alisyahdi kemarin (26/9).
Didik menjelaskan, dalam kasus tersebut, kedua tersangka dianggap telah membuat laporan pertanggungjawaban (LPj) fiktif. Foto dan hasil pekerjaan direkayasa sehingga seolah-olah pekerjaan pemba- ngunan lantai 2 telah dilaksanakan sesuai proposal. Padahal, foto tersebut diambil di tempat lain. Spesifikasi barang juga tidak sesuai dengan proposal.
Dalam proposal yang diajukan, tercantum tiga pekerjaan utama. Yakni, persiapan, pekerjaan struktur beton, dan pekerjaan pemasangan. Kenyataannya, bangunan yang dikerjakan hanya pekerjaan persiapan dan sebagian pekerjaan struktur beton. Tepatnya hanya dibuat cor dek dan penguatan pilar. ”Sedangkan pekerjaan pemasangan berupa batu bata, keramik, dinding, dan kusen total tidak dikerjakan,” jelas Didik.
Penyidik menemukan selisih pekerjaan yang diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 270,3 juta. Perhitungan tersebut berdasar tim ahli dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (DPRKPCKTR). ”Dana hibah hanya digunakan 17 persen,” terang pria asal Bojonegoro itu.
Mengenai peran kedua tersangka, Didik menyebutkan, Iskandar mejabat Kepala SDI Nurul Iman. Dia mengajukan proposal pembangunan gedung SDI Nurul Iman pada 5 Juli 2013. Wali kota kemudian menunjuk Dinas Pendidikan Kota Surabaya untuk melakukan verifikasi berkas. ”Saat itu tim dari dinas menyatakan bahwa SDI Nurul Iman layak mendapatkan dana hibah Rp 326,1 juta,” jelasnya.
Pada Maret 2014, dana hibah tersebut akhirnya cair. Iskandar mengambil sendiri uang tersebut melalui Bank Jatim. Berselang dua hari, tepatnya 15 Maret 2014, Iskandar menyerahkan uang tersebut kepada Asmadi. ”Penyerahan itu disaksikan Mochammad Mochtar Dwi Basuki (saksi, Red),” kata Kasipidsus Kejari Surabaya Heru Kamarullah.
Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata ditemukan fakta bahwa proposal dan LPj tersebut dibuat Asmadi. Iskandar hanya pasrah. Meski begitu, penyidik menganggap ada kongkalikong antara Iskandar dan Asmadi. ”Dalam penyidikan ditemukan dua alat bukti yang kuat sehingga keduanya kami tetapkan sebagai tersangka secara bersama-sama,” terang Heru.
Alat bukti yang dimaksud adalah hasil penghitungan dari tim ahli DPRKPCKTR. Bukti keterangan ahli tersebut memang cukup vital. Bahkan, penyidik rela menunggu sekitar dua minggu sebelum dinyatakan benar-benar ada kerugian negara. ”Kami tidak ingin dalam penuntutan nanti ada celah yang membuat mereka bisa bebas,” tegasnya.
Penyidik menjerat tersangka dengan pasal 2 jo pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 5 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya paling lama 20 tahun dan denda Rp 1 miliar. (aji/c21/fal)