Posisi Bendungan Bergeser 100 Meter
Bendungan Lengkong Baru alias ”Lama” alias Rolak Songo ternyata sudah berusia 160 tahun. Saat renovasi terakhir, lahan warga dari dua dusun terkena dampaknya.
PADA dinding kolam berlumut dengan air yang keruh itu terdapat lempeng besi. Di sana terukir angka 1857. Posisinya di sudut timur kantor Perum Jasa Tirta Subdivisi II, Mojokerto. Bersebelahan dengan gerbang masuk.
Kami langsung menduga angka itu menunjukkan tahun pembuatan peralatan besi yang mangkrak di atasnya. Kondisinya tak terurus dan penuh karat. Dugaan kami ternyata benar. Tapi, kami tak menyangka bahwa peralatan tersebut adalah bagian dari pintu air Bendungan Lengkong Lama yang dibangun pada era kolonial.
”Itu tahun awal digunakannya sebelum digantikan dengan pintu Bendungan Lengkong yang sekarang,” kata Kepala Subdivisi Jasa Tirta II Indra Nurdianyoto pada Rabu (13/9).
Tak puas sekadar memandanginya, kami menyentuh beberapa bagiannya. Mulai besi-besi panjang yang berfungsi sebagai pagar dan tiang hingga tuas pemutar pada roda gigi untuk menaikkan dan menurunkan pintu air. Untuk itu, kami harus berhati-hati. Sebab, lantainya hanya tersusun dari beberapa lapis kayu jati.
”Sudah enggak bisa difungsikan lagi,” kata operator pintu air Jasa Tirta Aan Welasetiyo yang ikut menemani dan melihat kami memutar-mutar tuas pada roda gigi berusia 160 tahun tersebut. Benar saja, saat kami mengerahkan tenaga lebih besar, alat itu tetap tak bisa diputar.
Ada dua alat pengerek yang masih berdiri di atas pintu air tersebut. Tersusun atas kumpulan roda gigi yang memiliki lebar dan ukuran bervariasi. Yang terbesar berukuran seperti ban sepeda motor. Garis tengahnya sekitar 0,5 meter.
Aan menjelaskan, pintu air lama itu sepenuhnya digerakkan secara manual. Membuka dan menutup pintu air tersebut harus menggunakan tenaga manusia. Yakni dikerek. ”Mungkin orang dulu untuk membuka pintu air ini sampai setengah hari,” terka dia. Menurut Indra, pihaknya sedang mengupayakan agar bangunan bersejarah itu lebih terawat ke depan.
Pintu air Lengkong lama itu merupakan satu di antara sembilan pintu air yang beroperasi di kawasan Bendungan Lengkong pada masanya. Karena itu, warga memberi julukan Rolak Songo untuk Bendungan Lengkong. Artinya sembilan pintu air. Rolak adalah bahasa masyarakat sekitar yang merujuk pintu air yang diputar.
Di antara sembilan pintu air lama, hanya satu peralatan yang berhasil diselamatkan. Yang lain ke mana? ”Waduh, nggak tahu,” jawab Indra.
Aan lantas teringat, ada arsip yang dapat menjelaskan pintu air lama. ”Ada di lantai 2 kantor,” katanya. Setiba di kantor yang dimaksud, Aan menyuguhi kami setumpuk album berisi kumpulan foto.
Dalam sekejap kami seperti berjalan memasuki lorong waktu. Kumpulan foto dalam album itu rupanya memperlihatkan tahap demi tahap pembangunan Bendungan Lengkong Baru. Dalam setiap foto, tersedia caption atau keterangan yang menjelaskan latar belakang kejadian. Antara satu hingga tiga kalimat. Mulai keterangan pengukuran kecepatan air, usaha mendapatkan material, pembangunan perumahan dinas untuk pejabat pengontrol pintu air, hingga bangunan untuk urusan logistik.
Ada pula penggantian Bendungan Lengkong Lama dengan Bendungan Lengkong Baru. Bendungan Lengkong Lama ternyata berada 100 meter di barat Bendungan Lengkong Baru.
Keping demi keping foto hitam putih itu juga memberikan gambaran tentang dua dusun yang terdampak pembangunan kawasan bendungan. Tepatnya saat pemerintah membeli lahan warga di Dusun Banjarmlati, Desa Lengkong, Mojoanyar, dan Dusun Pajaran di Mlirip Rowo, Tarik, pada 23 Juli 1970. Ada puluhan bidang tanah milik warga yang terdampak. Semua rentetan peristiwa itu terangkum rapi. (*/c11/pri)