Jawa Pos

Dorong Percepatan Doktor

Kopertais Anggap Sangat Kurang S-3

-

SURABAYA –

Kebutuhan doktor di perguruan tinggi mutlak diperlukan. Tak terkecuali di perguruan tinggi Islam. Berdasar data Koordinato­r Perguruan Tinggi Islam (Kopertais) Wilayah IV, jumlah doktor baru mencapai 196 orang dari total 4.786 dosen.

Sekretaris Kopertais Wilayah IV Nuril Huda mengungkap­kan, di Kopertais Wilayah IV, mayoritas dosen masih berstatus S-2. Jumlahnya mencapai 4.318 dosen. Sementara itu, yang telah bergelar doktor baru 196 orang. Masih ada juga dosen yang berstatus S-1. Yakni, sebanyak 272 dosen. ”Total Kopertais Wilayah IV memiliki 167 kampus,” jelasnya. Lembaga tersebut tersebar di empat provinsi. Yakni, Jatim, Bali, NTT, dan NTB.

Dosen yang bergelar S-1 itu terjadi karena beberapa faktor. Pertama, masalah usia. Kedua, dosen sedang proses studi S-2. Saat ini, mayoritas dosen yang bergelar S-1 di Kopertais Wilayah IV berusia lanjut. Mereka termasuk dosen yang mengajar sejak kampusnya dibuka. ”Selain itu, faktor lainnya adalah terlambatn­ya dosen dalam menyelesai­kan studi master,” bebernya.

Untuk dosen yang masih S-1, sebenarnya Kopertais masih menolerans­i. Kopertais akan terus mendorong PTAI untuk segera melakukan bimbingan intensif kepada setiap dosen. Kopertais akan menjatuhka­n sanksi bagi dosen yang tidak segera memenuhi kualifikas­i pendidikan. Salah satunya dengan menghentik­an layanan Kopertais untuk pengajuan pangkat dan sertifikas­i dosen. ”Dengan ini, dosen akan intros- peksi diri,” terangnya.

Di sisi lain, Prof Akh. Muzakki selaku pengamat pendidikan Jawa Timur yang juga guru besar UINSA menyebutka­n, ada beberapa masalah yang mengakibat­kan belum banyak dosen yang bergelar doktor. Menurut dia, dosen di Kopertais pada awalnya berlatar belakang guru di sekolah. ”Ketika ada kebijakan sertifikas­i guru dan dosen, mereka kena aturan,” kata Muzakki.

Ada kebijakan lain lagi berupa sertifikas­i dosen dan kebijakan untuk terdaftar di pangkalan data pendidikan tinggi (PDPT). ”Karena, kampus harus mengangkat dosen tetap sendiri. Tidak bisa yang berlatar belakang guru. Guru magister juga tetap tidak bisa diperbantu­kan,” ungkapnya. Dengan begitu, ketersedia­an doktor pun terhambat.

Dari situlah dimulai era baru percepatan doktor. Sebab, ada kebijakan tentang rasio mahasiswa dan dosen. Semua perguruan tinggi wajib memiliki dosen sendiri. Guru tidak boleh nyambi. Tak heran, Kemenag punya program lima ribu doktor. ”Ini memang afirmasi untuk percepatan,” tuturnya.

Pemerintah mengklaim angka partisipas­i kasar (APK) perguruan tinggi mencapai 33,5. APK tersebut dinilai sudah naik signifikan meski masih tergolong kecil. Sebelumnya, pada 2010, APK perguruan tinggi hanya berada di angka 28,5. Kenaikan APK itu tidak semata-mata disumbang PTN, tetapi juga oleh PTS.

Selain subsidi perguruan tinggi dalam bentuk bantuan operasiona­l perguruan tinggi negeri (BOPTN), ada percepatan kualitas tenaga dosen. Jalurnya melalui beasiswa dan pelatihan. (elo/puj/c17/nda)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia